Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak menjadi salah satu isu utama. Selain itu, tuntutan penuntasan Rancangan Undang-undang tentang Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) dan revisi Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Menurut Heri jaminan sosial untuk keselamatan dan kesehatan buruh dinilai terlalu kecil. Buruh masih mendapat pelayanan nomor dua di rumah sakit yang ditunjuk. Padahal, uang di Jamsostek adalah hasil keringat buruh berupa potongan upah yang dibayar setiap bulan oleh perusahaan. ”Tapi sungguh ironis, jaminan sosial yang diterima buruh selama ini masih kecil,” ujarnya.
Adapun isu PHK sepihak diangkat karena kerap terjadi yang merupakan bentuk kesewenang-wenangan perusahaan. Hingga saat ini, dari total buruh di perusahaan berskala besar sampai kecil di kabupaten dan kota Mojokerto, 40 persennya mengalami PHK sepihak. Buruh dalam aksinya nanti mendesak Dinas Tenaga Kerja membereskan masalah tersebut sehingga hak-hak buruh terselamatkan.
Menurut data Komite Persiapan Pergerakan Buruh Indonesia (KP-PPBI), tahun lalu jumlah buruh yang di PHK sepihak mencapai lima ribu lebih. Sementara itu, berdasar catatan Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), pada tahun yang sama terdapat 15 perusahaan yang mendzolimi buruh. Mereka memberhentikan sekitar 630 buruh secara sepihak.
Sebagai pemanasan menjelang may day, Senin siang ratusan buruh FNPBI Independen menggelar aksi demo di depan kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Mereka mendesak dinas itu mengawasi setiap perusahaan yang beroperasi di Mojokerto.
Juru Bicara FNPBI Hari Tjahyono mengatakan, kasus PHK sepihak 40 buruh di perusahaan kayu PT Seng Fong Moulding Perkasa Jombang hingga saat ini belum jelas penyelesaiannya. Padahal sudah ditangani Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. MUHAMMAD TAUFIK.