Sebelum pidato, menteri disuguhi atraksi teatrikal sejarah lembaga pemasyarakatan di Indonesia, semejak zaman penjajahan Belanda hingga sekarang. Dalam aksi berdurasi 35 menit tersebut digambarkan kondisi tahanan yang selalu ditindas oleh sipir penjara. Bahkan, di zaman penjajahan Belanda dan Jepang, tahanan diikutkan dalam kerja paksa yang kejam.
Cerita sedih itulah yang membuat Menteri Patrialis menangis. Menurut dia, masih banyak hal yang harus dibenahi di Lembaga Pemasyarakatan. Mulai dari masih tertindasnya tahanan hingga masih adanya anak yang mendekam di hotel prodeo ini. "Setiap hari libur, saya dan istri menyempatkan datang ke lembaga pemasyarakatan. Saya sedih melihat kondisi tahanan," kata dia sambil berurai air mata.
Setelah sempat berhenti berpidato selama sepuluh detik, dia melanjutkan pidatonya, "Saya ingin mengubah pandangan masyarakat yang menganggap penjara sebagai penjeraan. Penjara itu untuk memanusiakan manusia," kata dia tanpa mau menyeka air mata menggunakan tisu yang diberikan pegawai lapas. "Sebenarnya banyak yang ingin kita lakukan untuk mewujudkan hal itu, tetapi dana kita terbatas."
Rupanya, ditengah para hadirin juga datang beberapa anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat yang mengurusi masalah hukum. Tampaknya, air mata menteri juga untuk para wakil rakyat. "Di sini ada teman-teman saya anggota Dewan. Saya berharap semoga Dewan mau menaikkan anggaran Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia menjadi dua kali lipat," kata Patrialis, yang segera disambut tepuk tangan hadirin.
Air mata menteri telah kering di pipi, matanya membengkak. Lalu, apakah harapan menteri juga bisa membengkakkan anggaran Kementeriannya? Waktu pula yang akan membuktikan...
ANTON WILLIAM