TEMPO Interaktif, Jakarta -Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia (Padma Indonesia) menduga adanya praktek rekayasa dalam kasus yang menimpa Rogasianus Waja, seorang petani di daerah kecil di Kampung Hobotopo, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Lelaki yang dipanggil Anus ini, diduga membunuh seorang romo bernama Faustinus Sega pada 11 Oktober 2008.
Padahal berdasarkan alibinya, Anus tidak melakukan kejahatan itu. "Karena itu dia divonis seumur hidup sejak 25 Maret 2010," kata Gabriel Goa, kata anggota tim Padma Indonesia, di Mabes Polri, Kamis (29/4).
Karena itu, kata Gabriel, pihaknya melaporkan sejumlah polisi di Kepolisian Resor Ngada kepada Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri. Polisi diduga merekayasa kasus terhadap Anus.
Polisi tersebut adalah Kapolres Ngada saat ini, AKBP Mochamad Slamet, AKP Donny Bramanto, Aiptu Simon Junion Buang Sine, Aipda Marcelus Hale, Bripka Adriana Ms Hurint, dan Brigpol Jefry E. Takesan. "Kami ingin para polisi itu diproses," katanya.
Menurut Gabriel, polisi tersebut menduga Anus membunuh Romo Faustinus. Padahal, dalam keterangan yang dikeluarkan ahli forensik dr. Abdul Munim Idris, Romo mendapat serangan jantung mendadak. Selain itu, ada saksi alibi yang bisa membuktikan bahwa Anus saat kejadian sedang berada di sawah milik Fanus Botha dan Fredy Ngei. "Sekitar 11 saksi yang menyatakan Anus sedang merontok padi," ujarnya.
Sebelumnya, Gabriel, istri Anus Imakulata Tuwa, dan lainnya pernah melaporkan kasus ini ke Satuan Petugas Pemberantasan Mafia Hukum. "Lalu dari sana, kami disuruh untuk ke lembaga terkait," tuturnya.
Sedangkan menurut istri Anus, Imakulata Tuwa, sangat kecewa dengan putusan yang dilayangkan pengadilan untuk suaminya. "Karena suami tidak bersalah," tuturnya.
Dia mengatakan, ada kuasa besar dalam kasus ini. Tuwa menduga ada kendali dari tim investigasi Keuskupan Agung Ende dalam hal ini. "Sayangnya mereka tidak pernah mewawancarai kami. Hanya mendengar dari isu saja," ungkapnya.
SUTJI DECILYA