TEMPO Interaktif, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menuntut perbaikan kesejahteraan para pekerja media, termasuk para jurnalis. "Berdasarkan survei terbaru yang kami lakukan terhadap 192 jurnalis di tujuh kota, masih ada jurnalis yang upahnya di bawah upah minimum kota," kata Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Indonesia Winuranto Adhi, di sela aksi dalam memperingati Hari Buruh Sedunia pada hari ini, Sabtu (1/5), di depan Istana Negara.
Berdasarkan survei AJI di wilayah Jakarta, masih ada media yang mengupah pekerjanya di bahwa upah minimum. "Idealnya, gaji pekerja media atau jurnalis di Jakarta adalah Rp 4,6 juta," kata Winuranto. Kondisi ini, lanjutnya, dapat membuat para jurnalis rentan terhadap suap. "Yang kemudian akan berimbas pada independensinya," lanjut Winuranto.
Selain terkait kesejahteraan jurnalis, AJI juga mendorong dihentikannya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal oleh perusahaan media. "Kami menolak PHK massal terhadap pekerja media," kata Winuranto.
Berdasarkan data yang dihimpun AJI Indonesia, PHK massal melanda sedikitnya 217 pekerja stasiun televisi Indosiar. PHK massal juga dialami 144 pekerja koran Berita Kota pasca diakuisisi Kelompok Kompas Gramedia (KKG), sekitar 50 pekerja Suara Pembaruan dan kelompok media Lippo lainnya, serta puluhan pekerja stasiun televisi ANTV. Kasus PHK massal juga terjadi di sejumlah daerah, salah satunya di harian Aceh Independen. Di harian tersebut, sekitar 60 pekerja menjadi korban PHK.
Beberapa kasus PHK massal yang terjadi, menurut Winuranto, juga mengindikasikan adanya union busting, yaitu usaha pemberangusan serikat pekerja. Contohnya di Indosiar, di mana tuntutan kesejahteraan dan kenaikan gaji yang tidak diberikan selama enam tahun di jawab oleh manajemen Indosiar dengan memecati anggota dan seluruh pengurus Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar. Hal yang sama juga dialami oleh Budi Laksono, Ketua Serikat Pekerja Suara Pembaruan.
Oleh karena itu, dalam Hari Buruh Sedunia pada hari ini, Sabtu (1/5), AJI meminta manajemen perusahaan untuk menghentikan PHK massal dan memberikan kesejahteraan yang layak bagi pekerjanya.
AJI juga meminta manajemen perusahaan media untuk menjamin kebebasan berserikat para pekerjanya, serta mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap hal tersebut.
"Kami juga meminta agar para koresponden diberikan kesempatan untuk menjadi karyawan tetap, dan menjadikan stringer diakui oleh perusahaan sebagai bagian dari pekerja," kata Winuranto. Jika hal tersebut belum dapat diwujudkan, AJI mendesak perusahaan untuk memberikan honor tulisan, jaminan asuransi, dan honor basis kepada koresponden.
EVANA DEWI