TEMPO Interaktif, Jakarta -Ujian nasional yang menghabiskan anggaran negara cukup besar, dinilai tak tepat sasaran. Irwan Hermawan, guru SMA Negeri 9 Bandung menyebutkan bahwa anggaran penerimaan dan belanja negara yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan ujian nasional sebanyak 500 miliar. Belum termasuk uang yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
Jawa Barat misalnya, tahun ini menganggarkan dana sebesar 57 miliar, sedangkan DKI Jakarta menganggarkan 33 miliar. "Namun (sekolah) kami hanya mendapat 25 juta," kata Iwan dalam diskusi bertajuk "Ujian Nasional, Duka Pendidikan di Indonesia" di Jakarta, Sabtu (1/5).
Iwan menambahkan, anggaran itu baru diterima setelah ujian berlangsung. "Jadi sekolah harus menalangi dulu," katanya.
Pakar pendidikan, Darmaningtyas mengatakan, besarnya anggaran ini ternyata tak berdampak terhadap guru pengawas ujian. "Pengawas mendapat 35 ribu per mata pelajaran, dipotong pajak," ujarnya.
Jumlah ini akan dipotong lagi untuk ongkos transport. "Karena biasanya guru ditugaskan untuk mengawasi di sekolah lain," kata Darmaningtyas.
Anggota Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat, Zulfadhi berjanji akan menyelidiki kasus ini. "(Anggaran yang terlambat) akan menjadi tugas panitia kerja untuk menyelidiki," katanya. Dia menegaskan, keterlambatan akibat manajemen pendidikan di Indonesia masih lemah.
Menurut Darmaningtyas, ujian nasional tak perlu lagi dilanjutkan. Sebab manfaat yang didapat dari ujian nasional, tak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.
"Biaya yang dikeluarkan masyarakat, yang mampu, bisa mencapai Rp 1-2 juta per semester untuk membayar biaya bimbingan belajar dan lain-lain. Sekolah juga begitu, mengadakan tambahan jam belajar," katanya.
Padahal untuk masuk ke sekolah lanjutan maupun perguruan tinggi, akan ada tes tambahan lagi. "Jadi (ujian nasioal) itu kesia-siaan kalau kita lanjutkan," kata Darmaningtyas.
PINGIT ARIA