Kuasa hukum penggugat, Muhammad Faiq menjelaskan, perdamaian itu tercapai setelah diadakan negosiasi di antara penggugat dan tergugat I (Gubernur Jawa Timur) serta tergugat II (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Jawa Timur.
Meskipun berakhir damai, namun keputusan itu mengharuskan Pemerintah Provinsi Jawa Timur mempunyai kuwajiban membuat penetapan kualitas air Kali Surabaya dan beban daya tampung pencemaran melalui Paraturan Gubernur. "Batas waktunya dua tahun," kata Faiq.
Pihak tergugat yang diwakili Kepala Bagian Sengketa Biro Hukum Pemprov Jatim tak keberatan dengan keputusan tersebut. "Kami akan melaksanakan keputusan ini," kata dia.
Direktur Ecoton Prigi Arisandi mengatakan, gugatan wan prestasi ini berawal dari gugatan pertama yang dia layangkan kepada Gubernur Jatim sebelum Soekarwo, Imam Utomo, pada 2008 lalu. Ecoton menggugat Imam karena selaku gubernur dia tidak membuat penggolongan kelas air Kali Surabaya.
Tanpa adanya penetapan kelas air Kali Surabaya, kata Prigi, gubernur tidak mengimplementasikan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran. Dalam sidang yang digelar antara Oktober 2008 hingga April 2009 lalu, akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk berdamai.
Menurut Prigi, dalam akta perdamaian antara kedua belah pihak itu disepakati bahwa gubernur akan segera membuat penetapan kualitas air Kali Surabaya selambat-lambatnya 12 bulan setelah perjanjian itu diteken. "Tapi sudah 20 bulan sejak kesepakatan itu diteken, tapi gubernur tak kunjung mengimplementasikan janjinya," kata Prigi.
Sebelum melyangkan gugatan, Ecoton kerap melancarkan kritik kepada Gubernur Jatim karena dinilai lalai menjaga kualitas Kali Surabya. Akibatnya mutu air Kali Surabaya sangat jelek dan dinilai tidak layak dikonsumsi oleh warga Surabaya dan sekitarnya.
KUKUH S WIBOWO