TEMPO Interaktif, Pontianak - World Wildlife Fund (WWF) Kalimantan menyesalkan tindakan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Kalimantan Barat, yang melepaskan Erwin, sopir pembawa 9 ribu butir telur penyu yang akan diselundupkan ke Malaysia.
WWF mendesak Departeman Kehutanan mengusut tuntas perdagangan satwa antarpulau dan negara yang dilindungi undang-undang tersebut. Menurut Koordinator Program WWF Kalimantan, M Hermayani Putera, WWF sudah melakukan monitor sejak Mei 2009, termasuk melakukan program kerja di kawasan Paloh Kabupaten Sambas, yang memiliki habitat penyu terbanyak dan terdapat kawasan wisata alam.
“Di Pantai Paloh kita dapati pencurian telur penyu di sarangnya secara besar-besaran. Tapi sejak kita pantau terjadi penurunan perdagangan telur penyu," kata Hermayani Putera kepada Tempo, Senin (10/5).
Jadi, dia menegaskan, ada kemungkinan telur penyu yang ditangkap itu berasal dari Serasan Natuna Kepulauan Riau, meskipun tidak menutup kemungkinan juga berasal dari Paloh atau kawasan Kalbar lainnya.
"Karena Kepulauan Riau dekat Pelabuhan Sentete Kabupaten Sambas Kalbar. Tapi itu perlu diselidiki lebih jauh, SPORC bisa mendapat informasi itu dari sopir dan kondekturnya siapa cukongnya dan dari mana telur-telur itu di dapat. Itu kalau mau serius dan bertindak tegas,” kata Hermayani.
Ia juga mengungkapkan pihaknya telah mempersiapkan pembentukan tim monitoring yang melibatkan instansi terkait termasuk TNI Angkatan Laut RI.
Komandan SPORC Kalbar David Muhammad menolak pihaknya tidak serius menangani penangkapan penyelundupan 9 ribu telur penyu di perbatasan Indonesia-Malayasia. Menurutnya, saat akan ditangkap posisi mobil boks yang membawa telur penyu itu masuk dalam zona bebas internasional, antara Jagoi Babang, Bengkayang Kalbar Indonesia dan Serikin Malaysia.
“Zona bebas itu sepanjang 2 kilometer, jadi terpaksa kita tarik mundur ke wilayah Indonesia mobil beserta sopir dan kernetnya agar kita berhak memeriksa. Ternyata selain telur terdapat banyak barang –barang lain di dalam mobil boks itu," ujarnya.
Menurut dia, walau tidak ditahan, tapi pihaknya tetap memproses sopir dan kernetnya itu untuk mengetahui siapa pemilik telur penyu tersebut. "Jadi jangan salah sangka dulu, kalau terbukti akan kita tindak tegas," kata David.
"Pada 2008 kami pernah menahan 6 ribu butir telur penyu dan menangkap pelakunya bernama Amat, sudah dipenjara,” jelas David saat dihubungi Tempo, hari ini.
Para penyelundup telur penyu telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, Hayati dan Ekosistemnya.
Maraknya penyelundupan telur penyu ke Negeri Jiran, ungkap David, disebabkan harga jualnya di Malaysia cukup tinggi. Di Kalbar harga pasaran telur penyu Rp 2.000 per butir, tapi di Malaysia bisa mencapai 2 Ringgit Malaysia atau setara Rp 7.000.
"Jadi Kalau 9 ribu butir sudah berapa keuntungannya? Dan memang ada indikasi telur yang akan kita tahan ini berasal dari Kepulauan Riau, karena daerah itu juga banyak habitat penyunya, selain dekat dengan Kalbar. Nanti pasti kita kembangkan,” tambah David.
SPORC akan melakukan pemusnahan barang bukti 9.000 telur penyu dalam waktu dekat. “ Barang buktinya sudah ada dengan kita, dan kita akan melakukan pemusnahan barang bukti dengan mengundang dan disaksikan instansi terkait, waktunya nanti kita lihat,” tambahnya.
Harry Daya