Para orang tua diminta melakukan pengawasan terhadap pergaulan anaknya paska kelulusan tahun ini. Karena, kasus trafficking (perdagangan orang) rawan terjadi. ”Karena biasanya tren pasca kelulusan ini, angka kasus perdagangan orang meningkat,” kata Divisi Pendampingan dan Pelayanan WCC, Sholahudin, Senin (17/5).
Pada 2009 saja, kata dia, angka kasus perdagangan orang di kabupaten setempat mencapai 18 kasus. Dari jumlah itu, 12 kasus terjadi paska kelulusan tingkat Sekolah Menengah Umum. Sementara tahun ini, hingga Mei tercatat baru dua kasus. Ia memprediksi, masih tingginya angka ketidak lulusan pada tahun ini bisa memicu meningkatnya angka perdagangan orang tersebut.
Dijelaskan, mayoritas korban perdagangan orang ini terjadi pada usia remaja, atau tepatnya remaja yang tidak lulus sekolah. Mereka depresi setelah mengetahui hasil ujianya jeblok, sehingga tidak lulus. Mereka mengalami tekanan batin karena merasa dirinya bodoh, sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Kondisi itu rentan terjadi pada usia remaja. Karena tekanan batin, anak-anak ini kerap menyendiri. Remaja yang mengalami kondisi ini minder saat bergaul dengan lingkunganya. Jika sudah demikian, mereka akan melakukan hal-hal yang bersifat praktis.
Semisal, menceburkan diri dalam pergaulan bebas dan ujungnya menjadi sasaran empuk jaringan perdagangan orang. “Memang sudah ada ujian ulang, tapi itu tidak lantas membuat siswa puas. Mereka tetap kecewa dengan kehidupan mereka,” kata dia.
Sebab itu, WCC meminta orang tua tidak bersikap kasar terhadap anak. Pendampingan dan perilaku mendiskreditkan anak harus dihindari, ”agar anak tetap tenang dalam menjalani hari-harinya.”
MUHAMMAD TAUFIK