TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Tiga orang perwakilan Komisi Kebebasan Beragama Amerika Serikat atau United State Commission for International Religious Freedom (USCIRF) belajar keragaman beragama di Yogyakarta. Mereka mendatangi Pondok Pesantren Nurul Ummahat Kotagede Yogyakarta dan berdialog dengan para tokoh berbagai agama yang tergabung dalam Forum Persaudaraan Umat Beragama (FPUB). Tiga oang Amerika itu adalah Michael Cramartie, David Bettoni, dan Scott Flipse.
“Kami datang ke Yogyakarta untuk mengetahui kebebasan dan toleransi beragama di kota ini, bagaimana keadaan dan tantangan apa yang dialami oleh para aktivis keragaman beragama,” kata Michael, Selasa (18/5).
Baca Juga:
Ia menyatakan apa yang didapatkan selama kunjungan ke Yogyakarta akan dilaporkan kepada Kongres dan Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Komisi ini dibentuk oleh Kongres dari dua partai besar yang ada di negeri Paman Sam itu yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik. Mereka juga berkunjung ke beberapa daerah lain di Indonesia dan negara lain di dunia.
“Dalam kunjungan ini, kami bertemu dengan tokoh agama yang komplit. Kami sangat senang karena bisa bertemu langsung dengan tokoh yang bisa mengajak dialog antarumat beragama,” kata dia dalam bahasa Inggris.
Hadir dalam dilaog tersebut pengurus FPUB, antara lain Romo Yatno (Katholik), Wayan Sumerta (Hindu), Pendeta Paulus Lie (Kristen) dan beberapa pimpinan Islam, Buddha dan aliran kepercayaan di Yogyakarta. Dalam dialog itu juga dimutar beberapa video aktivitas mereka di Yogyakarta dan di beberapa daerah termasuk dialog antara agama, dan aktivitas keagamaan di Yogyakarta. Bukan hanya hal-hal yang adem ayem saja yang disajikan. Tetapi juga beberapa konflik yang terjadi di Indonesia seperti di Ambon pada 1999.
Pemimpin Pondok Peantren Nurul Ummahat, Kiai Haji Abdul Muhaimin, mengatakan, FPUB selalu mengobarkan semangat perdamaian agama melalui dialog dan melalui media baik itu dalam jaringan maupun media lainnya.
“Kita tahu kan, selama 10 tahun pemerintah memberantas aksi terorisme yang mengatasnamakan agama, tetapi tidak berhasil. Kami justru memprioritaskan dialog ke penganut semual aliran kepercayaan dan agama. Ini kami anggap lebih efektif,” kata Muhaimin.
Ia menambahkan berita tentang Islam di media dalam jaringan selama ini sebagian besar berisi tentang Islam wahabi, begitupula dengan buku-buku yang sering digelar dalam Islamic Book Fair. “Kondisi ini sangat berbahaya,” kata Kiai berkumis itu.
MUH SYAIFULLAH