Sebelumnya, berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun 2005, masih diperbolehkan adanya kawasan merokok di dalam lingkungan gedung. Namun, dalam ketentuan yang baru dalam Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2010, kawasan merokok haruslah terpisah secara fisik dan terletak di luar gedung. Kawasan juga tidak boleh berdekatan dengan pintu keluar masuk gedung.
Menurut Peni, penerapan ketentuan yang baru tersebut dikarenakan ketentuan yang lama dinilai tidak efektif untuk mengurangi dampak buruk dari kegiatan merokok. "Karena di dalam tidak efektif. Di dalam banyak terpapar nikotin," kata Peni.
Berdasarkan hasil pengukuran nikotin udara dan partikel halus berukuran 2,5 mikrometer yang dilakukan BPLHD selama Agustus-September 2009 di 34 gedung di Jakarta, termasuk sekolah, kantor pemerintah, restoran, dan tempat hiburan menunjukkan bahwa nikotin ditemukan di semua jenis gedung yang diukur tersebut. Di sekolah, nikotin ditemukan di 32 persen lokasi. Di rumah sakit terdeteksi nikotin di 68 persen lokasi.
Padahal berdasarkan Pasal 13 Perda Nomor 2 Tahun 2005, rumah sakit dan sekolah merupakan Kawasan Dilarang Merokok total. Artinya di kawasan itu sama sekali tidak diperbolehkan kegiatan merokok.
Sedangkan, pada area dilarang merokok di restoran, nikotin ditemukan di 86 persen lokasi. Untuk area hiburan, BPLHD menemukan bahwa di area merokok ataupun area dilarang merokok ditemukan kadar nikotin yang tercatat tinggi.
EVANA DEWI