Sebab, impor sapi yang banyak dan tidak terkendali akan mengakibatkan harga sapi lokal anjlok sehingga merugikan para petani ternak di Jawa Tengah.
"Impor sapi jangan dibuka lebar-lebar karena akan merugikan petani," kata Bibit Waluyo usai membuka acara rapat Pengelolaan Tebu dan Gula di Gedung Gradhika Semarang, Selasa (25/5).
Bibit mencontohkan jika sapi impor membanjiri Jawa Tengah maka harga jual sapi lokal akan ikut anjlok. Jika anjlok maka para petani akan merasakan kerugian karena sapi yang sudah diternak harganya sangat murah. Padahal, biaya beternak sapi lokal mulai dari pakan, minum hingga tenaga peternakan juga mahal.
Ketua Jaringan Tani dan Nelayan Amanat Jawa Tengah Khafid Sirotudin juga mendesak agar pemerintah mengendalikan impor sapi menyusul penurunan harga sapi lokal. "Agar petani tidak terpuruk," kata Khafid. Apalagi, pada tahun-tahun mendatang Jawa Tengah sendiri sudah bertekad untuk mencapai swadaya daging.
Khafid menyatakan sejak ada sapi impor harga sapi lokal menurun antara 20 hingga 30 persen. Harga sapi yang sebelumnya rata-rata mencapai Rp 12 juta per ekor turun menjadi sekitar Rp 8 juta hingga Rp 9 juta per ekor.
Penurunan ini terjadi sejumlah wilayah yang menjadi sentral ternak sapi, seperti Kabupaten Boyolali, Karanganyar, Kendal, Blora, Pekalongan, dan sebagainya.
Khafid menyatakan tahun ini saja pemerintah pusat mengimpor sapi sebanyak 600 ribu ekor. "Ini menjadi over suplai," kata anggota DPRD Jawa Tengah dari Partai Amanat Nasional ini. Tahun sebelumnya, sapi yang diimpor hanya sekitar 450 ribu ekor per tahun.
Selain membatasi impor, agar peternak di Jawa Tengah tidak terpuruk pemerintah juga perlu melakukan diversivikasi bahan baku ternak.
ROFIUDDIN