TEMPO Interaktif, Surakarta – Perdagangan bebas ASEAN dengan Cina ternyata tidak berpengaruh terhadap penjualan produk batik lokal di Pasar Klewer. Di pasar yang menjadi sentra penjualan batik di Surakarta tersebut, batik produksi lokal seperti dari Surakarta dan Pekalongan masih mendominasi.
“Batik dari Cina sangat sedikit. Mungkin hanya sekitar satu persen,” jelas Ketua Himpunan Pedagang Pasar Klewer Abdul Kadir kepada wartawan, Rabu (26/5).
Hal tersebut dikarenakan sistem perdagangan sudah terbentuk sejak lama. Yaitu pedagang sudah memiliki pelanggan tetap yang selama ini membeli batik lokal. Lagipula, lanjutnya, batik dari Cina sejatinya bukan batik karena dibuat dengan cara printing. “Kalau yang kami jual kan batik tulis, batik cap, dan kombinasi keduanya,” tuturnya.
Selain itu sudah ada kesepakatan tidak tertulis dari 2.800 pedagang di Pasar Klewer, untuk memprioritaskan batik lokal. “Memang tidak ada kesepakatan secara konkrit. Tapi nyatanya pedagang lebih sreg menjual batik lokal agar bisa tetap bertahan,” katanya.
Meski begitu, untuk jangka panjang dia mengkhawatirkan akan semakin banyak produk batik Cina yang masuk ke Pasar Klewer. Sebab saat ini harga produksi terus naik, sementara di sisi lain produk batik Cina terkenal dengan harga yang jauh lebih murah, meskipun kualitasnya di bawah produk batik lokal.
“Terus terang, kami khawatir. Apalagi saat ini harga bahan baku kain mori naik 10 persen, tarif listrik juga akan naik, ditambah semakin sulit mengakses kredit untuk pengembangan usaha,” jelasnya. Biar bagaimanapun, konsumen dikatakannya akan mencari produk yang jauh lebih murah.
“Jika ternyata nantinya yang lebih laku batik Cina, mau tidak mau kami mengikuti pasar. Yaitu menjual batik Cina,” tambah salah seorang pedagang, Zaenal Abidin.
Jika itu yang terjadi, di mana batik Cina membanjiri Pasar Klewer, dia meyakini dalam waktu tidak berapa lama produsen batik lokal akan tergilas. “Sebab sebagian besar yang berdagang di Klewer adalah produsen,” tuturnya.
Himpunan pedagang juga tidak mungkin menolak masuknya produk Cina, sebab hal itu berpulang kepada masing-masing pedagang. “Kami tidak bisa serta merta antibatik Cina,” ucap Abdul.
Karenanya, Abdul dan Zaenal meminta pemerintah meninjau kembali kesepakatan perdagangan bebas tersebut. Jikalau memang tidak bisa dibatalkan, mereka meminta diberi insentif agar mampu bersaing. Misalnya, akses perbankan dengan suku bunga yang ringan untuk pengembangan usaha, membantu promosi, dan sebagainya.
UKKY PRIMARTANTYO