"Kredibilitas narasumber yang lemah ini mengkibatkan ketidakakuratan kesaksian yang diberikan sekaligus ketidakakuratan informasi," kata Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika di Dewan Pers, Agus Sudibyo, saat membacakan sikap Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Kamis (27/5).
Kasus makelar kasus palsu ini bermula dari acara 'Apa Kabar Indonesia Pagi' yang ditayangkan TV One 24 Maret lalu. Dalam acara tersebut, TV One menghadirkan narasumber bernama Andris yang mengaku sebagai makelar kasus. Andris mengaku sering menangani kasus-kasus di Mabes Polri.
Pengakuan Andris tersebut menyulut murka Kepolisian. Korps baju cokelat itu menuding TV One menggunakan narasumber palsu dalam acara tersebut. Kedua pihak lalu meminta Dewan Pers menengahi.
Agus menuturkan kalau Dewan Pers menyimpulkan narasumber TV One itu memang kurang kredibel. Dalam acara tersebut Andris mengaku sebagai makelar kasus-kasus kakap, padahal temuan Dewan Pers menyebutkan Andris hanya makelar kasus-kasus kecil.
Meski tidak ditemukan bukti telah terjadi rekayasa pemberitaan atau manipulasi wawancara dalam acara itu, TV One tidak bisa mengelak telah mengabaikan kewajiban cover both sides. Dalam acara tersebut pihak Kepolisian sama sekali tak dimintai konfirmasi.
Padahal, kata Agus, tayangan tersebut jelas menyangkut kepentingan Kepolisian. "Tidak ada konfirmasi menyebabkan pemberitaan cenderung menghakimi pihak Polri," kata dia.
Meski begitu pihak kepolisian pun tak lepas dari catatan Dewan Pers. Langkah Kepolisian yang membuka rekaman pembicaraan pribadi Indy Rahmawati, sang reporter, dengan Andris ke publik sangat disayangkan. "Rekaman pembicaraan merupakan ranah privasi seseorang yang seharusnya dihormati pihak manapun," kata dia.
Pihak TV One dan Kepolisian sendiri telah bertemu kemarin di Gedung Dewan Pers. Keduanya sepakat berdamai dan tak memperpanjang kasus ini.
DWI RIYANTO AGUSTIAR