TEMPO Interaktif, Sumenep - Komisi Pembangunan dan Lingkungan DPRD Sumenep, Jawa Timur merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah setempat agar menyelesaikan perselisihan sertifikat tanah dengan PT Garam melalui Peradilan Tata Usaha Negara.
Komisi itu menilai, jalur PTUN dianggap paling tepat karena ke dua belah pihak yakni Dinas Pekerjaan Umum Bidang Pengairan dan PT Garam sama-sama memiliki bukti kuat secara hukum.
"Dengan PTUN, nanti akan diputuskan, sertifikat mana yang lebih kuat," kata Sekertaris Komisi Pembangunan DPRD Sumenep Deki Purwanto, Kamis (27/5).
Menurut Deki, perselisihan itu bermula dari adanya laporan warga Desa Nambekor Kecamatan Saronggi yang memprotes perluasan tambak garam milik PT Garam di desa tersebut. Warga protes karena perluasan itu telah menutup aliran air anak sungai sehingga membuat tanaman padi dan kedelai yang memasuki masa panen rusak karena kesulitan air.
Atas laporan itu, Komisi Pembangunan dan Dinas PU Pengairan Sumenep langsung melakukan tinjau lokasi. Deki mengungkapkan perluasan tambak garam tersebut telah membuat aliran sungai di Desa nambekor menyempit. "Mestinya luas ideal 100 meter, karena ditimbun, luas sisa hanya 20 meter, ini pelanggaran," ungkapnya.
DPRD Sumenep, kata Deki, kemudian memanggil PT Garam. Namun perusahaan plat merah itu membantah melakukan pelanggaran karena tanah tersebut termasuk sungai milik PT Garam dan dilengkapi sertifikat hak pakai. Sementara Dinas PU pengairan, menyatakan berdasarkan Undang-undang wilayah 100 meter dari sungai merupakan fasilitas umum. "Tapi yang jadi masalah, sertifikat dinas PU atas sungai itu dikeluakan tahun 1985, sementara PT Garam tahun 1986, jadi sertifikat mana yang lebih kuat, harus melalui jalur PTUN," terangnya.
Sementara itu, seperti diberitakan sejumlah media di Sumenep, Direktur Utama PT. Garam (Persero) Slamet Untung Irredenta menanggapi dingin rencana tuntutan ke PTUN tersebut. Dia menjelaskan, pihaknya dipastikan akan melakukan kordinasi dengan pihak Dinas PU Pengairan. "Masalah yang lahan penggaraman di bantaran sungai tersebut akan dikoordinasi dengan pengairan, tapi secara legal sertifikat milik kita," katanya.
MUSTHOFA BISRI