Menurut Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Radjasa, pengecualian sektor pertambangan dan geothermal itu dikarenakan kedua sektor usaha tersebut tidak memerlukan konversi lahan yang besar. “Adapun yang dikecualikan adalah sektor-sektor yang menggunakan lahan dalam jumlah besar seperti geothermal, oil and gas, dan yang diperuntukkan bagi kepentingan publik seperti power plant dan waduk,” ujar Hatta dalam acara jumpa pers usai menggelar rapat kordinasi perekonomian yang membahas mengenai Letter of Intent (LOI) Indonesia dengan Norwegia, hari ini (1/6) di kantor Kementerian Menko Perekonomian, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, dalam LOI itu pemerintah merencanakan untuk melakukan moratorium untuk konversi hutan alam serta lahan gambut. Rapat koordinasi itu juga dihadiri sejumlah menteri seperti Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Ketua Bappenas Armida Alisjahbana, dan Menteri Perindustrian M.S Hidayat.
Menteri Kehutanan, Zulkifli Hassan menjelaskan, moratorium itu akan dilakukan selama dua tahun. Kawasan yang tidak boleh dikonversikan adalah lahan gambut dan hutan alam. “Hutan alam disini adalah hutan alam primer yang tegakannya padat. Sebelum LOI dengan Norwegia kan kawasan hutan padat memang tidak boleh dikonversi. Yang boleh itu hanya kawasan yang sudah kritis.”
Selain investasi di pertambangan dan geothermal, Hatta juga menegaskan, dengan adanya moratorium ini pemerintah masih tetap memperhatikan pengembangan lahan pertanian dan perkebunan. Dia menyatakan, berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional saat ini ada sekitar tujuh juta hektar lahan di luar kawasan hutan yang masih bisa dikembangkan untuk pertanian dan perkebunan. “Kan masih bisa menggunakan tujuh juta hektar itu (untuk kebun dan pertanian). Jadi tidak akan mengancam ketahanan pangan kita,” katanya.
MUTIA RESTY / FEBRIYAN