Kalangan pengusaha sebenarnya mengharapkan tingkat pertumbuhan minimal sama atau lebih baik dari pertumbuhan ekonomi nasional yaitu 5,5 persen. Namun di saat yang sama sektor industri makanan dan minuman juga merevisi target pertumbuhan dari 12 persen menjadi 8 persen, yang bakal berdampak pada penurunan pertumbuhan industri plastik kemasan.
Budi menjelaskan, penurunan pertumbuhan tahun ini bagian dari siklus tujuh tahunan. "Permintaan plastik turun tapi tahun berikutnya akan naik lagi," katanya. Fluktuasi harga bahan baku yang cenderung turun juga menjadi penyebab turunnya pertumbuhan.
Konsumen cencerung akan menahan diri atau menunda pembelian. "Musim hujan yang sangat panjang juga mempengaruhi. Orang banyak yang tidak bepergian sehingga belanja makanan olahan berkurang," tuturnya.
Penggunaan bahan plastik untuk kemasan makanan olahan juga otomatis berkurang. Ditambah penyerapan anggaran belanja nasional hanya 20 persen sehingga daya beli masyarakat turun. Pertumbuhan yang cukup tinggi justru terjadi pada tahun lalu yaitu antara lima sampai enam persen, meski saat itu ekonomi dunia masih terkena imbas krisis.
Sekertaris Jenderal Inaplast Fajar Budiyono menambahkan, industri plastik masih bisa tumbuh karena ditopang peningkatan karung plastik yang cukup tinggi karena bersamaan dengan musim panen raya, dan suku cadang otomotif. Sektor makanan dan minuman yang biasanya mendorong pertumbuhan utama industri plastik justru pertumbuhannya tidak terlalu tinggi. "Mudah-mudahan mendekati lebaran bisa meningkat lagi," katanya.
Fajar memprediksi pada kuartal kedua ini pertumbuhan industri plastik masih berkisar tiga persen. Adapun di kuartal ketiga seiring Lebaran pertumbuhan diperkirakan bisa sampai empat persen. "Produsen hulu tidak terlalu gembir tapi mungkin tertolong karena lebaran. Minimal bisa sekitar empat persen,," tuturnya.
KARTIKA CANDRA