TEMPO Interaktif, YOGYAKARTA - Hasil babak penyisihan semi final National University English Debating Championship (NUEDC) untuk kelas utama yang berlangsung di Universitas Negeri Yogyakarta mulai 11-16 Juni mengejutkan. Institut Teknologi Bandung yang dalam kejuaraan tahun lalu maju di tingkat internasional terlempar, gagal menembus tiket menuju kejuaraan World Debating International di Botswana, Afrika.
Sebaliknya, pemain baru di kejuaraan NUEDS, Universitas Atmajaya Yogyakarta, satu-satunya universitas swasta yang bisa menembus hingga tingkat grand final perlombaan debat bahasa Inggris tingkat nasional malam ini.
Dua universitas yang juga maju untuk melenggang ke Afrika nanti adalah Universitas Diponegoro Semarang dan Universitas Gadjah Mada. Ketiga universitas ini, pada kejuaraan NUEDC tahun lalu tak satupun yang menjadi pemenang.
“Nggak menyangka kami bisa sampai grand final,” kata Thalita Evani Hindarto, mahasiswa FISIP Atmajaya Yogyakarta usai mendengar pengumuman dewan juri NUEDC di gedung Rektorat UNY, Selasa, (15/6).
Bersama rekannya, Keinesasih Hapsari Putri, Talitha mengaku akan berjuang habis-habisan melawan tim “gajah” dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Diponegoro. “Mereka semua tangguh-tangguh,” tambah Ines.
Sementara itu, tim ITB yang terlempar dalam perlombaan ini mengaku kecewa tidak dapat mempertahankan gelar juara pada lomba debat tahun. “Kecewa sih, tapi kami sudah maksimal berusaha,” kata Dito Krista, salah satu peserta.
Dito mengakui tim lawan di semifinal tangguh-tangguh dalam menyampaikan argumentasi mereka. “Mereka lebih persuasif, lebih menguasai materi,” kata Dito.
Satu-satunya universitas yang bertahan dalam lomba debat yang diselenggarakan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan ini adalah Universitas Indonesia. “Kami berharap bisa membawa tiket ke Afrika,” kata Natalia Rialucky Tampubolon, salah satu peserta yang bertanding bersama rekannya Ahmad Naufal Dai.
Untuk menyiapkan perlombaan ini mereka melahap majalah Tempo, Kompas, CNN, Afp, menonton televisi selama dua bulan terakhir. “Topik debatnya sangat berat,” kata Natalia.
Sementara itu, empat universitas untuk kategori EFL (English Foreign Language) yakni Universitas Bengkulu, Universitas Negeri Padang, STBA Teknokrat Lampung, dan Universitas Muhamadiyah Surakarya juga akan berjuang habis-habisan memenangkan juara dalam grand final lomba debat siang ini.
“Semua lawan tangguh,” kata Fernandita Guswen, dari Universitas Bengkulu. Sama seperti tim Universitas Atmajaya Yogyakarta, Fernandita juga tidak menyangka tim mereka lolos hingga babak grank final. “Targetnya nggak sampai masuk final,” katanya merendah.
Ketua tim juri sekaligus ketua tim turnamen NUEDC, Rahmat Nurcahyo mengakui bahwa pemenang perlombaan tahun ini mengejutkan. “Atmajaya Yogyakarta memang tidak diprediksi masuk, dan ITB akan terlempar,” kata Rahmat. Namun dia mengakui bila tim Atmajaya Yogyakarta kuat dalam argumentasi mereka ketika memunculkan gagasan.
Sebagai contoh, ketika topik debat mengenai membangun negara setelah konflik, tim Universitas Atmajaya Yogyakarta berhasil memberikan argumentasi secara filosofi tentang boleh tidaknya tentara separatis direkrut masuk menjadi tentara sebuah negara. “Untuk kekuatan sebuah negara, justru bekas tentara bisa direkrut masuk menjadi tentara negara itu. Ini justru menguntungkan,” kata Rahmat mengutip peserta Atmajaya. “Ketika bekas tentara itu masuk dalam pemerintah maka doktrin yang kuat adalah yang menguasai tentara itu, sehingga akan menguntungkan pemerintah.”
Menurut Rahmat, tiga pemenang kelas utama akan masuk dalam tim WDI di Botswana, Afrika. Sementara untuk kelas EFL hanya juara satu yang akan melenggang ke Afrika.
BERNADA RURIT