TEMPO Interaktif, Pontianak - Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menangkap kapal nelayan asing berbendera Indonesia di Laut Natuna dan mengamankan 37 awak kapal, Ahad (13/6).
Kepala Kepolisian Daerah Kalbar, Brigadir Jenderal (Pol) Erwin TPL Tobing di Pontianak, Selasa (15/6), mengatakan kapal patroli Lumba-lumba 603 sedang melaksanakan patroli rutin menangkap KM Wirasakti Alpa Juli 1, Ahad (13/6), karena diduga melakukan pencurian ikan di teritorial Infonesia. Kapal berbendera Indonesia dikapteni pelaut Thailand dan sebagian besar awak kapalnya warga negara asing.
Dari tangkapan itu, polisi menyita 40 ton ikan tongkol dan menahan 37 orang awak kapal. Masing-masing seorang nahkoda kapal dan tiga Anak Buah Kapal (ABK) asal Thailand, 29 warga Kamboja serta lima warga Indonesia.
“Nahkoda kapalnya bernama Jamrat Kaeopradit, warga Negara Thailand,” kata Erwin.
Erwin menambahkan, kapal tersebut menggunakan alat tangkap ikan berjenis purse seine atau pukat cincin. Saat ditangkap memiliki dokumen kapal dan dokumen perizinan kapal penangkap ikan dari Pemerintah RI. Kapal tersebut milik PT. Sun Mariana yang beralamat di Jakarta Selatan.
“Saat ini, KM Wirasakti Alpa Juli 1 sudah bersandar di Dermaga Polair, bersama awak kapalnya.” kata Erwin lagi.
Dari hasil pemeriksaan sementara, KM tersebut telah melakukan pencurian ikan di teritorial Indonesia, pada posisi 02 derajat Lintang Utara yang merupakan daerah penangkapan ikan terlarang. Kapal tersebut melanggar karena sesuai dengan ijin yang diberikan yang tertera dalam SIPI (surat izin penangkapan ikan, kapal tersebut diijinkan di Zona Eksklusif Ekonomi Indonesia (ZEEI) Laut Cina Selatan pada posisi 03 derajat Lintang Utara ke arah Utara.
Akibat perbuatannya, nakhoda kapal diancam Pasal 93 jo. Pasal 27 Ayat (1) Sub. Pasal 100 jo. Pasal 7 Ayat (2) huruf c Undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dengan ancaman maksimal enam tahun penjara serta denda Rp 2 miliar.
"Nakhoda beserta ABK saat ini sedang menjalani pemeriksaan untuk proses hukum lebih lanjut," pungkas Erwin.
HARRY DAYA