TEMPO Interaktif, Semarang - Pakar transportasi Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Djoko Setijowarno menilai sejak awal proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo tidak memiliki perencanaan yang jelas. "Sejak awal tidak ada perencanaan yang matang, seperti acak-acakan," kata Djoko Setijowarno di Semarang, Rabu (16/6).
Djoko menilai, sejak awal proyek senilai Rp 6 triliun ini memang tidak visibel. Terkesan dipaksakan karena jalur Semarang-Surakarta belum benar-benar membutuhkan jalan tol.
Pernyataan Djoko ini menanggapi molornya proyek pembangunan tol Semarang-Solo seksi I Semarang-Ungaran dari target selesai Juli mundur menjadi akhir tahun.
Djoko juga mempertanyakan besarnya biaya prencanaan yang diberi alokasi anggaran sebesar Rp 4 miliar. "Lha kok begini hasilnya. ini gimana? tanya Djoko. Ia memperkirakan biaya perencananaan tol Semarang-Solo hanya habis sekitar Rp 2 triliun.
Djoko menyatakan jika pembangunan tol Semarang-Solo kondisinya seperti ini terus maka tidak akan bisa tuntas sesuai target. Tol Semarang-Solo sepanjang 76,5 kilometer ini ditarget bisa selesai pada 2012.
Ia memperkirakan, jalan tol hanya akan sampai di Bawen saja. Masalahnya jika tetap dipaksakan maka biaya akan semakin membengkak. Selain itu, masyarakat pengguna jalan tol nantinya juga akan terbebani dengan biaya yang lebih mahal.
Sebenarnya, kata Djoko, untuk mengatasi kepadatan jalan raya Semarang-Solo pemerintah Jawa Tengah harus memberikan alternatif dengan alat transportasi kereta api yang yang lebih murah investasinya.
Menurut Djoko, proyek tol Semarang-Solo telah membawa dampak yang besar bagi masyarakat, misalnya petani penggarap sawah yang kehilangan lahannya, pelaku ekonomi di sepanjang Semarang-Solo yang berkurang, hilangnya lahan hutan, dan lain-lain.
M ROFIUDDIN