Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Perumahan Rakyat, Tito Murbaintoro mengatakan pihaknya masih melakukan pembahasan bersama Kementerian Keuangan terkait harga patokan maksimum rumah bersubsidi. “Harga tetap harus memperhitungkan potongan pajak bagi konsumen berpenghasilan menengah ke bawah,” katanya akhir pekan lalu.
Patokan itu diperoleh dari hasil simulasi Kementerian Perumahan Rakyat menjelang diterapkannya fasilitas likuiditas sebagai pengganti subsidi pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kenaikan harga juga akan berpengaruh terhadap harga rumah susun sederhana milik (rusunami) yang saat ini sebesar maksimum Rp 144 juta per unit. Sedangkan pengembang menuntut harga patokan rusunami dinaikkan menjadi Rp 180 juta per unit.
Fasilitas likuiditas perumahan telah dirumuskan sejak awal 2010, berupa subsidi bunga KPR dengan bunga kredit maksimum untuk rumah 8 persen per tahun, dan rusunami 9 persen per tahun selama tenor pinjaman. Untuk itu, pemerintah telah menyisihkan anggaran subsidi perumahan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN P) 2010.
Anggaran yang disediakan mencapai Rp 416 miliar untuk pembayaran subsidi 2008-2009 serta masa transisi pola subsidi lama ke pola fasilitas likuiditas. Total anggaran subsidi perumahan mencapai Rp 3,1 triliun. Dari jumlah itu, sebesar Rp 2,6 triliun dialokasikan untuk fasilitas likuiditas.
ADISTI DINI INDRESWARI