TEMPO Interaktif, Makassar - Idris Manggabarani, Ketua Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI) Sulawesi Selatan mengatakan gula rafinasi masih beredar di pasar umum. Ini terjadi karena pasokan gula masih kurang, sehingga gula rafinasi masih dibutuhkan.
Distribusi gula rafinasi diatur melaui Surat Keputusan Menteri Perdagangan, dimana disalurkan melalui distributor dan subdistributor yang ditunjuk oleh industri, produsen, dan diketahui oleh dinas setempat. Gula ini diperuntukkan untuk kalangan industri.
“Walaupun ada aturan yang melarang peredaran itu, namun produksi gula di Sulawesi Selatan kurang, karena itu gula rafinasi dapat menjadi alternatif tambahan stok gula di pasar,” kata Idris.
Dia mengatakan, ketika gula yang beredar di pasar kurang, dikuatirkan harga jualnya kepada konsumen rumah tangga akan naik. Pedagang di Pasar Pa’baeng-baeng mengaku menjual gula rafinasi. Harga gula pasir di pasar saat ini relatif normal yakni Rp 9.000.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Hadi Basalama membenarkan gula rafinasi dilarang beredar di pasar umum. Meskipun demikian, dia mengatakan gula rafinasi tidak memiliki perbedaan kandungan gizi dengan gula kristal putih, hanya saja berbeda peruntukan. “Gula rafinasi diproduksi oleh Pabrik Makassar Te’ne, tetapi diperuntukkan untuk industri,” kata Hadi.
Ia mengatakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan memiliki wewenang untuk mengawasi peredaran gula rafinasi di pasar umum. “Kami selalu melakukan pengawasan, hingga saat ini harga normal,” katanya. Namun ia belum dapat mengkonfirmasi mengenai adanya peredaran gula rafinasi di pasar umum.
Sementara menurut Idris Manggabarani, peredaran gula rafinasi di pasar umum di pasar umum tidak terlalu berpengaruh terhadap harga gula petani. Saat ini harga gula di petani sekitar Rp 6.500. “Harga itu normal untuk petani,” kata Idris.
FADHILAH NAZIF