TEMPO Interaktif PUWAKARTA – Ratusan perusahaan genteng di sentra industri genteng Plered, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, mengalami kebangkrutan. Pemicunya, karena ketiadaan bahan baku dan ongkos produksi yang tinggi.
Ali, Sekretaris Desa Citeko, saat ditemui Tempo di kantornya, Senin (21/6), mengatakan jumlah perusahaan genteng yang kini masih bisa bertahan di desanya hanya tinggal puluhan saja. “Mungkin tinggal 20 perusahaan saja,” kata Ali. Sejauh ini, Desa Citeko, merupakan sentra industri genteng terbesar di Plered
Menurut Ali, hamparan lahan tanah liat seluas sekitar 30 hektarean yang menjadi bahan baku nomor wahid genteng Plered, saat ini, hanya tinggal menyisakan sedikit stok saja. “Nyaris habis semuanya," kata Ali.
Wawan, seorang pengusaha yang masih bertahan, mengatakan, untuk mempertahankan perusahaannya ia terpaksa harus mencari lokasi tanah liat baru sebagai bahan baku genteng proaduknya. “Saya terpaksa mencarinya ke pinggiran gunung,” kata Wawan.
Meski ada, tapi, stoknya terbatas. “Dan kualitasnya kurang bagus,” tutur Wawan. Ia memprediksikan material bahan baku yang berada di lokasi dekat pegunungan sekitar Plered juga tidak akan mampu bertahan lama. “Mungkin hanya bisa untuk hitungan tahun saja,” kata Wawan.
Bangkrutnya perusahaan genteng, kata Wawan, juga dipicu oleh semakin melambungnya ongkos produksi. Pengeluaran yang paling besar untuk belanja bahan bakar minyak tanah buat kepentingan paroses pembakaran. “Karena harga minyak tanah per liternya Rp 8.000 banyak yang tak mampu beli,” kata Wawan.
Yang masih bertahan, kini, terpaksa kembali ke bahan bakar konvensional yakni kayu bakar. “Tapi, masalahnya stoknya terbatas juga,” timpal Asep, pengusaha lainya. Sampai-sampai, para pemilik pabrik genteng harus mendatangkan kayu bakar dari daerah Subang, karena di sekitar Plered dan Purwakarta sudah langka.
NANANG SUTISNA