Kejaksaan Tinggi belum akan meminta BPKP menghitung kerugian keuangan negara atas perubahan hak guna bangunan menjadi hak pengelolaan lahan di PRPP tersebut. "Belum audit investigasi yang biasanya menghitung jumlah kerugian," ujar Salman.
Kerjasama dengan BPKP ini diangga penting guna mengumpulkan data dan analisa untuk menentukan langkah penegakan hukum. Meski sudah mengumpulkan dokumen-dokumen dan memeriksa para saksi tapi hingga kini Kejaksaan mengaku belum tahu secara detail berapa aset milik provinsi di PRPP.
Pada tahun 1987 Yayasan PRPP yang mewakili provinsi Jawa Tengah bekerja sama mengelola tanah seluas 186 hektar dengan PT Indo Perkasa Usahatama. Dalam perjanjian yang berlaku selama 75 tahun itu disepakati, PT IPU membangun arena promosi seluas 60 hektar tapi dengan kompensasi diberi pengelolaan lahan seluas 48 hektar. Namun, belakangan PT IPU justru memberikan hak guna bangunan kepada para pengembang, seperti PT Royal Famili Residen.
Selanjutnya, banyak warga yang menempati perumahan tersebut mengajukan hak guna bangunan kepada provinsi. Praktek seperti inilah yang dinilai melanggar aturan karena hak guna bangunan masih milik provinsi. Apalagi, perjanjiannya juga sangat lama, yakni 75 tahun.
Juru Bicara BPKP Perwakilan Jawa Tengah Sumitro menyatakan siap untuk menelusuri jumlah aset di PRPP. Sejak persoalan ini ramai dibicarakan, Badan Pengawasan sudah menyiapkan berbagai dokumen untuk antisipasi jika sewaktu-waktu ada yang minta audit. "Jika ada permintaan audit maka kita langsung jalan," ujar Sumitro.
ROFIUDDIN