TEMPO Interaktif, Bandar Lampung - Seribuan warga Lampung Tengah yang menuntut tanah mereka dikembalikan masih bertahan di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Lampung. Mereka menginap dan mengancam tidak akan pulang sebelum pejabat BPN Lampung mengabulkan tuntutan warga.
“Kami tidak akan pulang ke rumah sampai tanah kami yang telah diserobot perusahaan dikembalikan. Badan pertanahan harus membatalkan sertifikat milik perusahaan tersebut,” kata Thoyfur, koordinator warga, Kamis (24/6).
Warga dari tiga desa di Lampung Tengah, yaitu Desa Sedang Ayu, Surabaya, dan Padang Ratu, Kecamatan Padang Ratu, itu memutusskan untuk menginap di kantor BPN Lampung setelah perundingan dengan pejabat BPN dan Bupati Lampung Tengah Mudiyanto Thoyib tidak mencapai kesepakatan.
Warga yang membawa serta anak-anak mereka itu mengklaim memiliki bukti surat kepemilikan lahan seluas 250 hektare meski sebagian telah dirampas oleh PT Sahang, sebuah perusahaan perkebunan sawit. “Mereka sering melakukan intimidasi dan membuat kehidupan warga kami tidak nyaman,” kata Sunarto, Kepala Desa Sendang Ayu.
Menurt Sunarto, warganya secara sah memiliki lahan itu karena telah menggarap selama puluhan tahun. Selain itu, kata dia, PT Sahang yang kemudian menjual lahan itu ke PT Lambang Jaya selama ini menyewa ke warga dengan harga sewa Rp 35 ribu per hektare setiap tahun. “Selain itu, warga kami juga membayar pajak bumi. Saya punya bukti slip pembayaran pajak itu,” katanya.
Anehnya, kata dia, BPN Lampung justru secara diam-diam membuat sertifikat Hak Guna Usaha untuk PT Sahang. Mereka diberi konsensi menggarap lahan itu selama 25 tahun sejak 2008. “Perubahan status kepemilikan ini sangat merugikan warga karena selain terancam kehilangan lahan garapan mereka juga terancam akan digusur,” katanya.
Keengganan pejabat BPN Lampung membuat warga semakin kesal. Mereka kemudian mendirikan dapur umum di depan kantor tersebut dan sebagian lagi berbaring di tengah jalan. Sementara tidak satu pun pejabat BPN Lampung yang mau berkomentar. Sejumlah wartawan yang berusaha meminta konfirmasi tidak ditemui.
Nurochman Arrazie
