TEMPO Interaktif, Catwalk hadir di tengah pasar. Belasan perancang busana memamerkan karya yang diperagakan oleh para model pada 22-24 Juni lalu. Ada beragam rancangan yang dipertunjukkan dalam Solo Batik Fashion itu. Yang pasti, ada satu hal yang ingin ditekankan: menghapus citra batik sebagai pakaian formal dan hanya pantas untuk orang tua.
Para perancang ingin menonjolkan bahwa batik merupakan sebuah corak yang luwes dan dapat dipadukan dengan berbagai busana. Beberapa rancangan juga menunjukkan bahwa batik sangat cocok untuk digunakan oleh anak remaja. Batik bisa pula dikenakan sebagai busana sehari-hari, seperti pakaian kerja, pakaian santai, hingga busana pengantin bergaya Eropa.
Perancang Djongko Rahardjo, misalnya. Ia menampilkan busana batik dengan tema "From The Beginning". Dia menggunakan corak batik berwarna biru, putih, dan soga, yang merupakan warna-warna batik masa lampau. Djongko adalah salah satu desainer yang merancang gaun untuk Dayana Mendoza, Miss Universe 2008, ketika berkunjung ke Prambanan.
Kebanyakan rancangan Djongko yang diperagakan adalah pakaian casual chick. Meski menggunakan bahan dasar tradisional, pakaian itu tetap stylish dan menunjukkan karakter masyarakat urban. Rancangan yang dibawakan delapan model itu terlihat bersih dengan dominasi warna biru dan putih, yang merupakan warna dasar batik.
Namun ia juga menampilkan beberapa model yang menggunakan batik warna-warni. Menurut Djongko, warna batik modern ditampilkan untuk perbandingan antara warna corak klasik dan warna modern. Jadi, meski menggunakan warna klasik, corak rancangannya termasuk bergaya kontemporer. Hal itu terlihat dari motif flora yang beragam. Corak batik tulis itu dituangkan dalam selembar kain sutra.
Tidak mudah mewujudkan konsep From The Beginning ini. Djongko harus serius memburu batik dengan warna klasik itu. Pemburuan itu berujung pada sebuah gerai batik di Yogyakarta. "Itu pun hanya dapat beberapa potong," kata Djongko.
Perancang Joko Budi SSP bahkan terpaksa memesan batik khusus untuk karyanya yang bertema "The Legend of Rama-Shinta". Melalui karya itu, Joko ingin menggabungkan corak batik tradisional dengan corak kontemporer. Keseluruhannya menggunakan batik tulis halus dengan bahan dasar sutra.
Rancangan Joko dipenuhi berbagai ornamen megah. Demi membuat sebuah kisah Ramayana, Joko mengusung 29 model. Tokoh Rama, misalnya, selain mengenakan mahkota indah, menggunakan busur panah. Corak batik yang dikenakan sangat serasi dengan pakaian yang dikenakan Shinta. Joko mengatakan, September mendatang, rancangannya itu akan dipamerkan dalam sebuah kegiatan di Budapest, Hungaria.
Ini berbeda dengan Ira Kusumoasri. Perancang ini menampilkan pakaian dengan bahan-bahan after market.
Ira memilih batik tradisional dengan bahan sutra. "Kami ingin memperlihatkan bahwa corak tradisional, seperti parang, mampu tampil cantik," ujar Ira.
Masalah corak tidak menjadi persoalan dalam karyanya. Ira yakin sentuhan desainer busana mampu menciptakan rancangan cantik dengan corak apa pun. Melalui beberapa model, Ira memperlihatkan beberapa jenis pakaian yang eksotik. Beberapa di antaranya berupa pakaian kerja semiformal namun tetap eksotik. Dia juga memperagakan beberapa pakaian pesta dengan menggunakan corak batik tradisional.
Kegiatan Solo Batik Fashion ini adalah yang kedua kalinya digelar. Kegiatan pertama diadakan tahun lalu. Pemilihan pasar sebagai tempat peragaan dimaksudkan agar pergelaran itu bisa disaksikan secara dekat dan gratis oleh semua lapisan masyarakat, serta memprovokasi mereka untuk semakin mencintai batik. Panggung catwalk yang cukup megah pun menyatu dengan seluruh keindahan corak etnik arsitektur pasar. | AHMAD RAFIQ
Sekar Jagat Batik Carnival
Solo Batik Carnival melengkapi pesta batik di kota itu dalam waktu yang bersamaan. Menurut Art Director Solo Batik Carnival, Bambang Besur Suryono, acara itu terinspirasi oleh karnaval tahunan di Rio de Janeiro, Brasil. "Penggagas Jember Fashion Carnaval, Dynand Fariz, juga banyak membantu kami dalam membuat konsep," kata Bambang.
Karnaval yang digelar pada 23 Juni lalu itu mengambil rute sepanjang sekitar tiga kilometer. Untuk event ketiga kalinya ini, seluruh peserta diwajibkan menggunakan bahan dasar batik bermotif Sekar Jagat. Motif itu dinilai cukup cantik lantaran menggambarkan corak bunga yang warna-warni. Melalui kegiatan ini, Bambang ingin menyisipkan pesan moral kepada masyarakat dalam usaha pelestarian lingkungan.
Baik Solo Batik Carnival maupun Solo Batik Fashion digelar saat Asia-Pacific Ministerial Conference on Housing and Urban Development 3rd diselenggarakan di Surakarta yang dihadiri ratusan delegasi dari 30 negara, dan 17 di antaranya adalah menteri dari berbagai negara. Mereka diajak menyaksikan Solo Batik Fashion. Bahkan mereka berada di tengah peserta Solo Batik Carnival dengan menumpang kereta kencana. | AHMAD RAFIQ