TEMPO Interaktif, Kediri: Wakil Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Al Haraka, Munasir Huda, menuding polisi sebagai penyebab kerusuhan di lokasi perkebunan PT Sumber Sari Petung (SSP) di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri. Menurut Munasir, warga dari tiga desa sebenarnya hanya ingin berunjuk rasa di lokasi perkebunan. Mereka memprotes tindakan PT SSP yang masih mengusai lahan sengketa di lereng Gunung Kelud itu. "Polisi justru menyerbu menggunakan senjata api," kata Munasir, Kamis (1/7).
Tindakan polisi itu justru membuat warga marah dan belakangan muncul aksi pengerusakan. "Warga sebelumnya sudah sepakat hanya berunjuk rasa tanpa merusak infrastruktur perusahaan," kata Munasir.
Munasir membenarkan jika dalam aksi itu ada agenda memanen cengkeh di atas lahan sengketa yang ditanam warga. Aksi tersebut merupakan simbolisasi atas berlarut-larutnya penyelesaian sengketa lahan. Namun untuk aksi perusakan yang dilakukan sejumlah orang bercadar, Munasir mengaku tidak tahu menahu.
Sengketa lahan ini bermula dari habisnya masa Hak Guna Usaha (HGU) PT SSP atas 654 hektar lahan di Kecamatan Ngancar, pada 1998. Pemerintah Kabupaten Kediri dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat mengeluarkan surat keputusan pengembalian lahan tersebut kepada negara, dengan 250 hektar diantaranya diberikan kepada warga sekitar hutan untuk dikelola.
Keputusan itu membuat PT SSP meradang dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Lembaga peradilan ini mengabulkan gugatan tersebut dan memerintahkan pengembalian HGU kepada PT SSP pada tahun 2004. “Sejak itu warga di sini kehilangan mata pencaharian,” kata Munasir.
BPN selaku pemegang otoritas pengelolaan lahan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan PTUN tadi. Namun Mahkamah Agung menolak permohonan itu dan tetap memberikan hak penguasaan lahan kepada PT SSP melalui Surat Keputusan Mahkamah Agung nomor 503 tangga 8 Januari 2008.
Masalah hukum yang seharusnya selesai setelah keputusan Mahkamah Agung itu ternyata bertambah semrawut setelah pemerintah Kabupaten Kediri justru mengeluarkan surat keputusan bupati yang memberikan hak pengelolaan lahan kepada warga. SK itulah yang dipergunakan warga untuk terus menuntut hak atas tanah tadi. “Mestinya pemerintah daerah tidak lepas tangan setelah mengeluarkan SK itu,” kata Munasir.
Tekanan yang sama disampaikan Kepala Kepolisian Resor Kediri Ajun Komisaris Besar Polisi Iman Prijantoro. Menurut dia pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terkesan lepas tangan dalam sengketa ini. Harusnya lembaga itu duduk bersama dengan warga dan PT SSP untuk membahas penyelesaiannya. “Jangan polisi ditabrakkan terus dengan warga,” katanya.
Namun demikian sebagai aparat penegak hukum polisi akan tetap mengawal keputusan Mahkamah Agung yang memberikan hak kepada PT SSP. Selama itu pula dia meminta warga tidak melakukan tindakan anarkis jika tidak ingin ditindak polisi.
HARI TRI WASONO