TEMPO Interaktif, Cirebon-Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang menggunakan bahan bakar batu bara dinilai menyimpan potensi bahaya lingkungan dan mengancam kesehatan warga di sekitarnya. Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara mengatakan, batu bara merupakan bahan bakar fosil yang sangat kotor.
"Pemerntah jangan menganggap batu bara sebagai obat mujarab untuk mengatasi kelangkaan energi saat ini," kata Arif di Keraton Kanoman, Cirebon, Ahad (4/7) yang datang bersama beberapa perwakilan Greenpeace dari berbagai negara Asia Tenggara lainnya.
Bahaya lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya PLTU itu menurut Arif telah terlihat di beberapa tempat. Salah satunya, kata Arif, adalah di Cilacap, Jawa Tengah. "Di pesisir Cilacap, berbagai biota laut seperti penyu, saat ini sudah nyaris punah," katanya. Demikian pula dengan berbagai jenis ikan dan udang. Akibatnya, penghasilan nelayan pun menghilang dan kehidupan perekonomian mereka semakin susah.
Tidak hanya biota laut, masyarakat pesisir yang sebagian besar nelayan miskin pun turut terkena dampaknya. "Kami menemukan anak di bawah 5 tahun serta para orang tua sudah terkena berbagai penyakit," kata Arif. Diantaranya bronchitis, asma, kanker paru-paru hingga kanker otak.
Hal yang sama pun menurut Arif akan terjadi di Cirebon jika PLTU Kanci, Cirebon yang direncanakan beroperasi tahun depan. Ini dikarenakan jarak antara PLTU dan pemukiman masyarakat tidak sampai 500 meter. "Saat belum beroperasi saja banyak ekosistem yang sudah rusak," katan Arif. Seperti rusaknya ekosistem kerang hijau serta ikan yang semakin susah didapatkan. Bahkan budidaya garam yang selama ini dilakukan masyarakat di sekitar daerah Kanci pun kualitasnya sudah berkurang.
Untuk menentang keberadaan PLTU tersebut, para aktivis Greenpeace tersebut berencana melakukan aksi unjuk rasa di PLTU Kanci, Cirebon, Senin (5/7).
IVANSYAH