TEMPO Interaktif, Jakarta -Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan pihaknya akan mempelajari kasus Tempo vs Polri secara komprehensif. "Dewan Pers mengutamakan dulu penyelesaian masalah Polri dan Tempo, baru mendiskusikan karya tulisnya," kata dia di kantornya, Senin (5/7).
Bagir menjelaskan, dalam setiap kasus pers, dan dalam konteks ini pemberitaan Majalah Tempo mengenai Polri, Dewan Pers melakukan dua hal. Yang pertama yaitu menyelesaikan kasus antara kedua pihak yang tidak sepaham (yang keberatan dan menjadi obyek keberatan). Kedua, membuat penilaian Dewan Pers terhadap kegiatan jurnalistik itu sendiri.
"Meskipun mereka sepakat menyelesaikan persoalannya, menurut prinsipnya Dewan Pers tetap memberikan penilaian sebagai pertanggungjawaban publik pers kepada masyarakat,"ujarnya.
Ditanya soal sanksi jika memang terjadi pelanggaran kode etik, menurut Bagir, sesuai UU Pers dan kode etik jurnalisitik, Dewan Pers tidak punya wewenang memberikan sanksi hukum tertentu kecuali sanksi kode etik, yaitu mengingatkan bahwa telah terjadi pelanggaran kode etik pers secara spesifik di bidang-bidang tertentu. "Kalau itu ada. Tapi kita tidak boleh apriori sebelum melakukan pemeriksaan. Ada atau tidak ada harus diperiksa dulu,"ujarnya.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Agus Sudibyo menambahkan, dalam setiap kasus pers, jika ada pelanggaran kode etik dalam pemberitaan media, maka media bersangkutan mempunyai kewajiban membuat hak jawab dari yang dirugikan itu.
Kalau pelanggar kode etik itu menghakimi, yang artinya melanggar kode etik jurnalistik, maka harus dilengkapi dengan permintaan maaf kepada yang bersangkutan dan khalayak audiensnya. "Tapi itu kalau benar terbukti melanggar kode etik. Sanksinya memang seperti itu. Itu ketentuan universal," kata dia.
MUNAWWAROH