TEMPO Interaktif, Jakarta -Greenpeace mengimbau pemerintah untuk memberlakukan moratorium (penghentian sementara) untuk ekspansi di hutan alam dan lahan gambut, bukan saja untuk perusahaan yang mengantongi izin baru, tapi juga untuk perusahaan yang sudah eksisting.
Menurut Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar, jika moratorium diberlakukan hanya untuk izin baru, maka pengerusakan hutan akan tetap terjadi. "Deforestasi yang ada saat ini merupakan bukti nyata tanpa mengikutsertakan konsesi yang ada akan tetap mengancam kelestarian hutan kita," ujarnya dalam jumpa pers di Hotel Cemara Dua hari ini.
Jika pemerintah memberlakukan moratorium hanya untuk izin-izin baru, ujarnya, maka hal itu hanya akan mempermalkukan Indonesia di mata internasional . Padahal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menegaskan moratorium secara keseluruhan dan dituangkan dalam perjanjian Letter of Intent (LoI) dengan Norwegia.
Menurut Bustar, industri-industri di Indonesia tidak melakukan usaha-usaha yang berbasis kelestarian lingkungan. "Hutan kita selama ini habis karena existing concession yang ada. Jadi deforestasi ini akan terus berlanjut jika pemerintah tidak moratorium izin yang sudah ada," kata Bustar.
Dari hasil investigasi Greenpeace, lanjut Bustar, banyak ditemukan pengrusakan hutan yang dilakukan oleh industri-industri yang ada. Banyak perusahaan yang melakukan land clearing, salah satunya adalah Sinarmas Grup. "Mereka melakukan land clearing tak hanya di industri minyak kelapa sawit tapi juga di industri pulp and paper nya. Tapi ini bukan hanya dilakukan Sinarmas, tapi juga banyak perusahaan lain, April Group salah satunya yang juga melakukan land clearing."
Setelah adanya keinginan pemerintah untuk moratorium, ungkap Bustar, pelaku industri bukannya mengurangi tingkat deforestasi. Justru saat ini aktivitas pengerusakan hutan tersebut malah dipercepat. Hal ini mungkin dikarenakan pemberlakuan moratorium dimulai pada 2011.
Di Riau saja, jelasnya, pemerintah pada Maret 2010 memberikan izin untuk penebangan 10 juta meter kubik kayu alam kepada 17 RKT atau pemegang izin konsesi.
Laporan ini, jelas Bustar, menunjukkan pentingnya memasukan konsesi yang sudah ada ke dalam moratorium. Menurutnya, LoI hanya konsesi baru dan diberlakukan pada 2011. Tentu hal ini akan melemahkan komitmen SBY dalam hal mengurangi deforestasi. "Kalau tidak dilihat dengan segera maka hanya akan memalukan pemerintah. Karena kita berkomitmen turunkan emisi karbon tapi deforestasi terus berlangsung," ujarnya.
Bustar menegaskan, Greenpeace hanya ingin melihat industri di Indonesia bisa bertanggung jawab terhadap aspek sosial dan lingkungan. "Kalau mereka bilang akan mendapatkan bahan bakunya, atau kayunya dari hutan tanaman, ya lakukan itu. Jangan dari hutan alam lagi."
MUTIA RESTY