TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto menolak keinginan Koalisi Pendidikan--yang terdiri dari sejumlah elemen masyarakat--yang memintanya mundur. Permintaan lengser dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Forum Masyarakat Guru Jakarta dan Aliansi Orangtua Murid itu didasari kacaunya pendaftaran calon siswa Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan Negeri baru-baru ini.
"Saya menolak melepas tugas saya. Tugas adalah sebuah amanah," ujar Taufik santai, saat dihubungi pagi tadi. Taufik menerangkan, server pusat pendaftaran yang kelebihan beban itu bukanlah tanggung jawabnya. Dia menjelaskan, tidak tahu menahu proses awal pemilihan server baru yang menggantikan Telkom--sebagai operator penyedia server yang sudah bermitra selama empat tahun dengan Disdik DKI.
Taufik mengaku cuma membuat kebijakan saja. Soal pertimbangan memilih server, dia menyerahkannya kepada Kepala Bidang Standardisasi dan Pendidikan Tinggi Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Ari Budiman dan Kepala Seksi Data Disdik DKI, Budi Sulistiono. Menurut Taufik, dia yang menentukan--tetapi dia juga memberi kewenangan kepada keduanya untuk memilih operator penyedia server.
"Mereka juga yang mengoperasikan server PPDB secara teknis," kata Taufik.
Meski begitu, Taufik enggan berpanjang lebar membahas polemik ini. Yang pasti, setelah kembali lagi ke Telkom, proses pemulihan berjalan dengan baik. Kemarin (6/7), data yang masuk di pendaftaran tahap pertama mencapai 60.611 siswa. Angka itu masih bisa bertambah dari sekitar 140 ribuan siswa SMP yang mencari sekolah negeri hingga dua hari ke depan.
Menurut Febri Hendri, dari Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Taufik sudah sepantasnya lengser. Dia mempertanyakan pengalihan operator penyedia server dari yang lama ke yang baru. "Mereka seperti takut data dikelola pihak luar," katanya di kesempatan terpisah. Febri mengindikasi adanya main mata dalam pengolahan data yang menyangkut penerimaan siswa di sekolah yang baru.
Dalam pemilihan operator penyedia server, Febri menginformasikan bahwa Disdik memiliki dana ratusan juta sebagai anggaran untuk melakukan simulasi. Di situ, kata Febri bisa dilihat apakah bandwidth sesuai kebutuhan atau tidak. "Kami merekomendasi audit IT di dinas pendidikan DKI. Apalagi dana operasional PPDB sebesar Rp 6 miliar," tegasnya.
Febri mengatakan, kekacauan PPDB Online mutklak kesalahan Disdik DKI. Selain menimbulkan kerugian publik, kepercayaan masyarakat juga akan berkurang terhadap aparatur pendidikan di Jakarta. "Harusnya mereka malu dan bersedia mundur," imbuh Febri.
HERU TRIYONO