Dana Rp 40 miliar tersebut terdiri dari dua tahun anggaran dengan proyek berupa pembuatan kapal jenis KPC. Untuk proyek tahun 2009, nilai pembayaran yang macet mencapai Rp 24 miliar, adapun untuk proyek tahun 2010 mencapai Rp 14 miliar. Di luar itu, sejak 2002 PT PAL masih memiliki utang kepada para rekanan yang besarnya mencapai Rp 176,7 miliar, dengan rincian hutang material sebesar Rp 68,6 miliar dan jasa sebesar Rp 108,1 miliar.
Menurut Prapto, para rekanan itu pernah menanyakan perihal macetnya pembayaran kepada Tim Revitalisasi dan Restrukrisasi PT PAL. Tim ini kemudian memanggil rekanan tersebut satu per satu untuk diajak dialog. "Tapi pembicaraan kami buntu karena Tim Revitalisasi dan Restrukturisasi tidak memiliki solusi," kata Prapto, Rabu (7/7).
Sebenarnya, kata Prapto, AMK telah menempuh upaya lain. Yaitu dengan menyurati PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang dibentuk pemerintah. PT ini dibentuk untuk menangani restrukturisasi PT PAL yang dinyatakan pailit pada 2006 silam. Tapi, kata dia, PT PPA justru mengembalikan lagi permasalahan itu kepada PT PAL. "Kabarnya PT PPA telah mengucurkan dana Rp 230,4 miliar untuk menyelesaikan pembuatan 10 kapal, tapi sampai saat ini tidak ada realisasinya," imbuh Prapto.
Anggota Tim Revitalisasi dan Restrukturisasi PT PAL, Bambang Hardiyanto mengatakan, dana dari PT PPA sebenarnya belum cair seluruhnya. Menurut dia, PT PPA baru merealisasikan pencairan dana sebesar Rp 16,9 miliar. Dari dana sebesar itu yang telah dipakai untuk membayar tunggakan kepada pihak ketiga sebesar Rp 7,5 miliar. "Dana itu untuk melunasi utang 23 sub kontraktor," ujar Bambang.
Dana PT PPA itu, kata Bambang, diperuntukkan untuk menyelesaikan proyek-proyek yang bersifat closed project. Yang masuk ke katagori proyek ini adalah proyek yang tuntas pada september 2009. Sementara untuk proyek setelah September 2009 masuk katagori ongoing project. ''Jadi soal hutang 40 miliar untuk proyek 2009-2010 itu masuk katagori ongoing project. Artinya, penyelesaiannya tidak masuk dari dana yang dikucurkan PT PPA itu,'' ujar Bambang.
KUKUH S WIBOWO