"Kelompok yang beresiko rendah itu, seperti ibu rumah tangga justru paling banyak mengidap HIV/Aids," kata Wakil Gubernur NTT, Esthon Foenay di Kupang, Minggu (11/6).
Berdasarkan data yang dihimpun Komisi Penanggulangan Aids Daerah (KPAD) NTT hingga semester satu 2010 memperlihatkan, jumlah pengidap di kalangan ibu rumah tangga mencapai 234 kasus, petani 157 kasus, pegawai swasta 130 kasus, tenaga kerja Indonesia (TKI) 100 kasus dan pelacur 98 kasus.
Tidak hanya itu, kasus HIV/Aids juga mulai menjalar ke pengangguran mencapai 66 kasus, pegawai negeri sipil (PNS) 58 kasus, sopir 52 kasus, tukang ojek 35 kasus, mahasiswa 24 kasus, pelajar 22 kasus, oknum anggota TNI/Polri 21 kasus, pelaut 10 kasus dan profesi lain 36 kasus.
Dilihat dari kasus menurut kabupaten/kota, lanjutnya, semua daerah sudah ada kasus HIV/Aids, kecuali Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Rote Ndao dan Sabu Raijua. "Kasus HIV/Aids di lima kabupaten itu bukan tidak ada, namun belum terpantau," katanya.
Sedangkan, kasus HIV/Aids tertinggi terdapat di Kabupaten Belu sebanyak 269 kasus HIV dan 82 kasus Aids. Diikuti Kota Kupang 156 HIV, 70 Aids dan Sikka 64 HIV, 111 Aids. "Sebagian besar daerah yang banyak ditemuan kasus sudah pada tingkat Aids," katanya.
Karena itu, dia meminta berbagai pihak yang menaruh kepedulian pada penanggulangan HIV/Aids untuk mengkaji peningkatan kasus yang luar biasa ini, melakukan kampanye dan sosialisasi lebih gencar, dengan memanfaatkan jaringan komunitas populasi kunci, seperti Odha, Jothi, dan forum peduli Aids.
Selain seks bebas dan narkoba, menurut wagub, salah satu penyebab meningkatnya kasus HIV/Aids di NTT, karena NTT selalu dijadikan daerah transit para imigran gelap menuju Australia.
Warga bisa tertular HIV/AIDS dari imigran tersebut. "Kita tidak tahu, tetapi imigran bisa saja membawa sumber penyakit," katanya.
YOHANES SEO