TEMPO Interaktif, Jakarta - Yos Parlindungan Simanjuntak, 54 tahun, bersikeras menyatakan lahan seluas sekitar 2,4 hektare yang kini bernama komplek Eks Yon Angkub adalah lahan peninggalan buyutnya, bukan lahan perumahan dinas tentara seperti yang dinyatakan oleh Pihak TNI Angkatan Darat.
"Ini tanah milik buyut saya, Nyai Saripah yang kemudian diakui oleh pihak tentara," tutur Yos, ahli waris yang sengaja datang dari Pondok Gede untuk menolak aksi pengosongan yang menurut surat peringatan akan dilakukan oleh pihak Direktorat Pembekalan Angkutan AD pada hari ini.
Menurut Yos, lahan tersebut semula adalah tanah adat milik Nyai Saripah, buyutnya, yang dirampas oleh tentara Jepang pada tahun 1942. Kemudian, ketika Jepang menyerah lahan tersebut diambil alih oleh Tentara Batalyon 3 Mei Indonesia gabungan KNIL dan laskar lainnya.
Tahun 1960, lanjut Yos, tanah kemudian ditempati oleh Batalyon Angkutan Kuda Beban (Angkub). "Namun pada saat itu ada perjanjian antara lurah dan tentara bahwa tanah hanya diserahkan secara ksatrian dengan status pinjaman kepada tentara," papar Yos.
Tahun 1965 Batalyon Angkutan Kuda Beban dibubarkan, setelah itu Yos selaku ahli waris mengaku telah mengurus surat-surat mengenai status kepemilikan lahan dan melayangkan pengajuan ke Kodam. "Tapi tidak digubris," ujarnya.
Sehingga pada tahun 1985, saat Yos mengurus soal kepemilikan lahan disarankan untuk membayar pajak bumi dan bangunan atas lahan tersebut, Yos juga mengurus secara hukum formal mengenai kepemilikan lahan. "Jadi saya punya surat-surat lengkap, layangkan surat ke Kodam tidak digubris, jadi sebagian lahan saya jual," papar Yos lagi.
Tahun 1997, menurut Yos, pihak TNI pernah mencoba mengurus kepemilikan tanah lahan di Badan Pertanahan Nasional. "Tapi ditolak oleh BPN, karena tanah milik adat," jelas Yos.
Saat ini, warga komplek Eks Yon Angkub bersiaga untuk menolak aksi pengosongan yang rencananya akan dilakukan oleh Ditbekang AD kepada 46 rumah yang berada di komplek tersebut, sebagaimana tercantum dalam surat peringatan terakhir tertanggal 6 Juli 2010.
Warga berkeberatan terhadap isi surat tersebut, karena menurut Ketua RTsetempat, Heri, permasalahan mengenai sengketa kepemilikan lahan seharusnya tidak dilakukan oleh pihak TNI sehubungan dengan dikeluarkannya perintah moratorium Panitia Kerja Komisi I DPR RI soal eksekusi rumah dinas tentara .
"Kalau begini, kan, berarti moratorium DPR diabaikan," tutur Heri.
GUSTIDHA BUDIARTIE