TEMPO Interaktif, Surakarta - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Surakarta mulai memasukkan mata pelajaran batik pada tahun ajaran ini. Mata pelajaran batik tersebut merupakan muatan kurikulum lokal, yang akan diajarkan mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas.
Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Surakarta, Untara mengatakan mata pelajaran batik pada tahun ajaran ini baru bersifat uji coba. "Kami tengah memilih beberapa sekolah yang akan mencoba menerapkannya," kata Untara.
Dia menerangkan, rencana penerapan pelajatan membatik sebagai kurikulum sekolah itu bermula dari pengakuan batik sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO tahun lalu. "Sejak itu kami mulai melakukan pembahasan pembuatan kurikulumnya," kata Untara.
Penerapan kurikulum batik tersebut bertujuan agar Surakarta memiliki banyak sumber daya manusia di bidang batik. "Sehingga industri batik di Surakarta mampu berkembang secara berkelanjutan," kata Untara.
Selain itu, mereka berharap agar generasi muda memiliki pengetahuan mengenai batik, baik corak maupun arti filosfis dari tiap motif batik.
Pelajaran membatik di sekolah akan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Siswa Sekolah Dasar akan mendapatkan pelajaran pengenalan motif batik, peralatan membatik hingga praktek membatik secara sederhana. Sedangkan siswa Sekolah Menengah Pertama akan diberi pelajaran membuat pola serta motif batik.
Untara menambahkan, Sekolah Menegah Atas akan memberikan pelajaran mengenai pemasaran dan tata niaga batik. "Batik merupakan komoditas yang spesifik," kata Untara. Pemasaran untuk produk batik juga memerlukan cara-cara khusus.
Pelajaran membatik tersebut akan diberikan selama dua jam pelajaran setiap pekannya. Guru yang mengajarkan adalah guru mata pelajaran kesenian dan ekonomi. Dia mengakui, materi mata pelajaran baru itu belum dibagikan kepada para guru. Materi tersebut akan dibagikan setelah pemilihan sekolah yang akan menerapkan uji coba selesai.
Karena masih uji coba, mata pelajaran tersebut belum akan diujikan dalam ujian belajar di akhir semester. Dinas Pendidikan akan melakukan evaluasi terlebih dahulu sebelum mata pelajaran tersebut diterapkan secara penuh.
Sekretaris Komunitas Kampoeng Batik Laweyan, Gunawan Nizar merndukung masuknya pelajaran batik sebagai kurikulum di sekolah. "Pengusaha siap mendukung dengan memberikan kesempatan kerja praktik lapangan," kata Gunawan.
Dia menjelaskan, saat ini permintaan produk batik cukup tinggi. Hal itu membuat produsen harus menggenjot produksinya. "Kami terkendala dengan kurangnya sumber daya manusia," kata Gunawan. Pembatik yang saat ini ada rata-rata telah lanjut usia dan perlu untuk segera beregenerasi.
Selain siap memberi kesempatan untuk praktik lapangan, pengusaha batik juga siap untuk merekrut siswa lulusan Sekolah Menengah Atas yang memiliki kemampuan membatik.
AHMAD RAFIQ