TEMPO Interaktif, Jakarta - Konferensi Ke-7 Hakim Mahkamah Konstitusi Asia, yang dibuka kemarin di Jakarta, mengangkat tema "Hukum Pemilihan Umum". Tema dan pemilihan tempat itu merupakan salah satu penghargaan terhadap Indonesia, yang dinilai sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia yang mampu menyelenggarakan pemilu secara aman dan damai.
"Bagi banyak negara, Indonesia termasuk cukup mencengangkan karena ternyata bisa mengadili sengketa-sengketa pemilu," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Mahfud Md. di gedung MK kemarin.
Menurut Mahfud, tidak semua negara mampu mengadili masalah sengketa pemilu seperti yang dilakukan di sini. "Di negara-negara lain itu sulit pemilu diadili di sebuah pengadilan. Di Indonesia ternyata bisa," katanya.
Dalam konferensi yang berlangsung selama empat hari tersebut, pembahasan mengenai pemilu akan didiskusikan dalam dua hari, yaitu pada hari ini dan Kamis nanti. "Pada umumnya negara-negara peserta ingin mendengarkan peran MK Indonesia dalam penyelesaian sengketa pemilu," ujar Mahfud.
Konferensi ini dihadiri 26 negara dari Asia, Eropa, Amerika Serikat, dan Afrika. Ada pula dua organisasi internasional yang memiliki perhatian besar terhadap perkembangan dunia hukum, yaitu Konrad Adenauer Stiftung, yang berpusat di Jerman, dan Venice Commission, yang merupakan bagian dari Council of Europe, yang berpusat di Prancis.
Indonesia juga dipilih sebagai penyelenggara konferensi karena dinilai sebagai salah satu negara yang memiliki institusi Mahkamah Konstitusi terbaik di Asia.
"Di Asia ada dua MK yang dianggap cukup bagus, yaitu Korea Selatan dan Indonesia," kata Mahfud. Hasil konferensi ini nantinya juga akan disebut sebagai "Deklarasi Jakarta", sebagai bagian dari peran Indonesia.
Adapun pembagian peran dengan Korea Selatan dilakukan dalam hal jabatan sekretaris jenderal di asosiasi ini. Mahfud mengatakan, pos ini untuk periode pertama ditempati Korea Selatan.
Menurut Mahfud, pembentukan Asosiasi MK Se-Asia dan institusi sejenis di lingkungan Asia, yang akan dideklarasikan melalui Deklarasi Jakarta, akan mencatat sebuah sejarah baru. "Ini dulu tidak pernah ada," ujarnya. "Ini jelas sejarah."
Mahkamah Konstitusi RI pun menjalin kerja sama dengan menandatangani nota kesepahaman bilateral dengan Dewan Konstitusi Kerajaan Maroko. Hal ini dilakukan untuk saling belajar dan bertukar pengalaman guna memperkuat kapasitas masing-masing institusi.
Presiden Dewan Konstitusi Kerajaan Maroko Mohammed Achargui mengatakan ada banyak sekali hal yang dituangkan dalam nota itu. "Pertukaran pengalaman, apa saja yang dipelajari, juga dari sisi administrasinya."
Menurut Achargui, meskipun baru terbentuk selama tujuh tahun, MK di Indonesia telah mampu menyelesaikan masalah yang ada secara baik. "Sudah dinamis, mampu menyelesaikan masalah yang ada dengan cepat dan menyelesaikan masalah tanpa masalah," katanya.
l NALIA RIFIKA | TOMI