TEMPO Interaktif, Semarang - Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah mencatat hingga kini masih ada 22 ribu anak berkebutuhan khusus atau biasa disebut inklusi di Jawa Tengah yang belum bisa menikmati pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.
"22 ribu anak yang belum bisa mengakses bangku sekolah itu tersebar di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah," kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah Kunto Nugroho dalam rapat dengan Komisi E (Bidang Pendidikan) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, Kamis (15/7).
Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan di mana anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat belajar di sekolah umum yang ada di lingkungan mereka dan sekolah tersebut dilengkapi dengan layanan pendukung serta pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan anak.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, kesulitan belajar, gangguan perilaku, dan anak cerdas/berbakat, serta anak dengan gangguan kesehatan.
Kunto meminta agar para pengelola sekolah tetap menampung para anak yang berkebutuhan khusus itu. Setidaknya ada dua kendala kenapa anak inklusi belum bisa mengankses pendidikan, yakni masih banyak sekolah yang belum mau menerima anak-anak berkebutuhan khusus.
Padahal, tidak semua anak berkebutuhan khusus harus bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Kunto mencontohkan, anak dengan cacat kaki masih sulit mengakses pendidikan karena harus menggunakan kursi roda dalam beraktivitasnya. Padahal, fasilitas seperti ini tentunya tidak ada di sekoloah umum.
Kendala lain adalah masih banyak orang tua anak inklusi yang enggan menyekolahkan anaknya. "Biasanya, orang tua seperti ini malu punya anak yang tidak sempurna," kata Kunto. Ke depan, kata Kunto, Dinas Pendidikan, akan terus mengupayakan realisasi kesempatan mengenyam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
Akhir-akhir ini, kata Kunto, Dinas Pendidikan sudah berulangkali melibatkan anak-anak berkebutuhan khusus mengikuti kegiatan-kegiatan, seperti pentas tari, menyangi, dan lain-lain.
M ROFIUDDIN