TEMPO Interaktif, Jepara - Seorang anak yang baru lulus kelas VI Sekolah Dasar, sebut saja Fa (12), warga Desa Jambu Barat, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, harus berurusan dengan kepolisian karena mencabuli teman bermainnya.
“Ada enam korbannya, empat perempuan dan dua lelaki,” kata Didit Endro, Ketua RT desa setempat, saat dihubungi Kamis (15/7).
“Kami memang sedang menangani perkaranya, dan Fa sudah jadi tersangka,” ujar Inspektur Dua Ryas Widya, Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Reskrim Polres Jepara, mendampingi Kapolres Jepara Ajun Komisaris Besar Kamdani.
Korban Fa adalah enam anak yang masih berusia 4-7 tahun. Menurut laporan orang tua korban, empat korban wanita ( D, 7 tahun; C, 4 tahun; M, 5 tahun; dan N, 7 tahun) telah dicabuli hingga mengalami pendarahan pada bagian kemaluannya. Sementara dua lelaki (F, 4 tahun, dan D, 4 tahun) telah disodomi.
Upaya penyelesaian secara kekeluargaan memang sudah ditempuh pihak rukun tetangga, Rabu (7/7) pekan lalu, tapi tidak ada titik temu karena para orang tua korban tidak menerimakan perlakuan Fa. “Kami berharap anak tersebut tidak lagi tinggal di desa ini, khawatir korbannya semakin bertambah. Kalau perlu dihukum,” kata Misih, salah satu orang tua korban.
Menurut penyidik, karena usianya masih di bawah umur, Fa menjadi tahanan kota. Setiap kali wajib lapor ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak, Fa selalu didampingi orangtuanya, Ahmadi. Ia juga sudah diperiksa penyidik dengan pendampingan petugas Balai Pemasyarakatan Wilayah Pati.
Tersangka Fa dijerat Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pencabulan dan UU No 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. Sesuai pasal 26 UU No. 3 Tahun 1997, ancaman hukumannya separuh dari hukuman maksimal orang dewasa, yakni 15 tahun penjara.
Sehari-hari Fa tinggal bersama ayahnya, Ahmadi, dan adik perempuannya. Ahmadi bekerja sebagai buruh mebel, sedangkan istrinya, Ipah, sedang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi. Karena itu, Fa sehari-harinya tanpa pengawasan yang cukup.
Menurut warga setempat, Fa sering memutar film porno di rumahnya, sepeninggal orangtuanya bekerja. Adik kecilnya, kata Didit, pernah mengeluh kesakitan pada kelaminnya dan sejak itu juga tidak mau tidur bersama dengan Fa.
Kejadian yang menimpa sejumlah anak itu, membuat prihatin penggiat Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak Jepara, Hindun Anisa. “Selain menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat, juga negara ikut bertanggung jawab,” kata Hindun.
Sudah waktunya, kata Hindun, pemerintah memasukkan dalam kurikulum sekolah tentang pendidikan seks bagi anak-anak, agar korbannya tidak bertambah.
Selain itu, kata Hindun, pemerintah diminta mengetatkan akses informasi dengan melarang persewaan video porno dan mengunduh tayangan porno dari warung internet. “Pemerintah sudah seharusnya memberikan perlindungan bagi korban dan mengembalikan psikisnya dari trauma. Hal sama juga diberikan kepada pelaku.
BANDELAN