TEMPO Interaktif, Kupang - Tim yang dibentuk Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sedang menghitung taksasi kerugian pencemaran di Laut Timor akibat meledaknya ladang minyak Montara di Block Atlas pada 21 Agustus 2009 silam.
"Tim dari pemerintah provinsi sedang menghitung kerugian akibat pencemaran laut Timor tersebut," kata Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, di Kupang, Jumat (23/7) petang.
Selain tim provinsi, menurut Gubernur, saat ini, tim dari pemerintah pusat juga berada di Kupang untuk menghitung taksasi kerugian pencemaran tersebut. Kedua tim ini dijadwalkan bertemu dengan Gubernur untuk mengkompilasi taksasi kerugian yang disampaikan masing-masing tim. "Kerugian yang dihitung pemerintah pusat dan daerah akan dikompilasikan," katanya.
Dia mengatakan, taksasi kerugian yang dihitung tidak hanya pada jumlah produksi ikan yang menurun, atau gagal panen rumput laut oleh petani di Rote Ndao, Sabu dan Timor, tapi perlu dihitungkan juga biota laut yang rusak, dan berapa lama untuk pemulihan biota laut tersebut. "Harus ada upaya pemulihan biota laut yang rusak akibat pencemaran itu," katanya.
Gubernur juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah memberikan perhatian terhadap pencemaran Laut Timor. "Saya ucapkan terima kasih kepada Presiden dan pemerintah pusat yang peduli terhadap pencemaran laut Timor," katanya.
Presiden memastikan akan mengajukan klaim ganti rugi terkait tumpahan minyak akibat kebocoran kilang Montara di Blok West Australia. Tumpahan minyak itu kini telah mencemari kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Timor, NTT.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Fredi Numberi mengatakan, pemerintah Indonesia akan mengajukan klaim sebesar Rp 500 miliar kepada PTTEP Australasia sebagai pengelola Montara.
Namun, klaim yang diajukan tersebut, tidak disetujui oleh pemerhati Laut Timor, Ferdi Tanoni, yang menilai klaim tersebut terlalu kecil dibandingkan dengan kerugian yang dialami masyarakat NTT. Ia mengusulkan Presiden mengajukan klaim sebesar US$ 15 miliar atau setara dengan Rp 140 triliun. "Tidak bisa, kalau hanya klaim Rp 500 juta, harusnya Rp 140 triliun," kata Tanoni.
YOHANES SEO