TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait berjanji bakal mendampingi CM dan keluarganya. CM menjadi korban penoyoran setelah bersalaman dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan Hari Anak Nasional di Taman Mini Indonesia Indah, Jumat lalu.
Arist mengatakan, Komnas PA akan bertemu dengan CM dan keluarganya hari ini. “Kami akan gali informasi seputar insiden penoyoran itu,” kata Arist saat dihubungi semalam.
Komnas PA juga akan meminta Markas Besar Kepolisian RI menyelidiki kasus yang, menurut korban, dilakukan oleh seseorang berseragam hijau dan memakai topi itu.
Menurut Arist, pengusutan pelaku penoyoran ini sangat penting. Selain karena menyangkut kekerasan terhadap anak, pengusutan itu untuk membuat terang agar Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) tidak melakukan blunder. Sebab, insiden itu terjadi di ring satu, yang seharusnya steril dan diketahui Paspampres.
Komnas PA juga meminta pihak Paspampres transparan soal insiden ini. Paspampres, kata Arist, telah membantah tudingan sebagai pelaku penoyoran. Karena itu, pengungkapan pelaku penoyoran menjadi penting sebagai evaluasi pengamanan di seputar Presiden. Aris mengatakan, bila ada insiden di ring satu tanpa diketahui Paspampres, sama saja Paspampres telah kebobolan.
Sebelumnya, ibunda korban, Lia Ekawati, meminta kasus yang menimpa anaknya tidak diperpanjang. “Saya berharap kasus ini sampai di sini saja, tidak usah diperpanjang, karena kasihan juga anak saya,” kata dia dalam jumpa pers, Sabtu lalu.
Sejak kejadian itu diberitakan sejumlah media, kata Lia, anaknya mengaku tak bisa tidur nyenyak dan sempat mengalami trauma bila melihat pemberitaan di televisi. Karena trauma itu, orang tua CM meminta bantuan Komnas PA dan Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk menyudahi pemberitaan kasus itu.
Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan, korban merasa terusik oleh kedatangan banyak wartawan di rumahnya. Akibatnya, korban untuk sementara diungsikan ke rumah famili.
“Anak ini mengatakan cukup terganggu dengan kedatangan teman-teman media di rumahnya. Kegiatan sekolahnya jadi terganggu,” ujar pria yang akrab disapa Kak Seto itu.
Adapun mengenai batalnya pembacaan deklarasi anak, Arist Merdeka Sirait menilai perayaan Hari Anak sebagai hari duka anak nasional. “Itu mencederai suara hati anak-anak,” kata Arist.
Menurut Arist, seharusnya anak-anak diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyuarakan pendapat dan pikirannya. Poin deklarasi, kata dia, dihasilkan murni dari perwakilan anak-anak di 33 provinsi.
Pembatalan pembacaan deklarasi, kata Arist, tidak bisa dibenarkan karena sudah tercantum dalam daftar acara yang disepakati protokoler dan Sekretariat Negara. “Ini bisa merusak citra SBY yang tidak mau mendengar suara dan pikiran anak-anak,” tuturnya.
Arist mengatakan pembatalan pembacaan deklarasi itu telah melanggar konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Undang-Undang Perlindungan Anak yang memerintahkan untuk mendengarkan suara anak. Pembatalan sepihak tersebut juga menunjukkan bahwa pihak protokoler dan Sekretariat Negara tidak paham esensi Hari Anak Nasional.
Menurut dia, poin antirokok dalam deklarasi anak tersebut justru harus mendapat dukungan. Sebab, kata dia, poin itu menunjukkan tekad anak untuk menjauhi rokok dan bahaya rokok.
l AMIRULLAH | APRIARTO MUKTIADI