TEMPO Interaktif, Jambi - Bila melihat kebijakan pemerintah daerah maupun pusat memberikan izin pembukaan proyek Hutan Tanaman Industri (HTI), secara besar-beran dan tanpa melihat dampak kerusakan ekosistem yang ada, maka diperkirakan keberadaan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) lima tahun lagi akan punah.
"Saya kira jika pemangku kepentingan tidak secepatnya melakukan tindakan konkret dengan meneliti secara cermat sebelum mengeluarkan izin untuk HTI, maka sekitar 30 ekor Harimau Sumatera yang masih tersisah di daerah ini akan tinggal nama saja," kata Didi Wurjanto, Pengamat Lingkungan Provinsi Jambi, kepada Tempo, Kamis (29/7).
Didi yang merupakan mantan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi mengemukakan sebagian besar Harimau Sumatera hidup di Jambi dalam kawasan hutan produksi. Sementara, hampir semua hutan produksi daerah ini dialihfungsikan menjadi HTI.
"Pohon Akasia merupakan produk yang ditanam dalam proyek HTI tidak bisa menggantikan hutan alam, karena Harimau Sumatera butuh air dan butuh makan. Apakah Akasia mampu menyediakan air dan menjadi tempat hidup binatang, seperti Kijang, Rusa, Babi Hutan dan lainnya, sebagai mata rantai kehidupan Harimau Sumatera", ujarnya.
Di samping itu, Didi yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, mengkritisi kebijakan pembangunan HTI di daerah ini, karena tanpa memilah-milah kawasan hutan alam yang masih rapat ditumbuhi pohon besar. Bahkan kawasan penyangga taman nasional disulap jadi kawasan HTI.
Protes sama dilakukan oleh banyak pihak lainnya, antara lain dari Rudi Syaf. Manajer Komunikasi KKI Warsi ini menyebutkan pemberian izin untuk HTI, terutama di Provinsi Jambi dinilai telah banyak menyimpang dari aturan yang ada. Akibatnya, banyak kerugian ditimbulkan terutama menyangkut ekosistem akan menjadi rusak bahkan punah.
SYAIPUL BAKHORI