Penggugatnya, Bupati Maluku Tengah , Abdullah Tuasikal dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Maluku Tengah, Asis Matulette . Mereka menuding Gamawan membuat beleid yang bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi pada 2 Februari 2009. Saat itu, Mahkamah memutus Negeri Sanahu, Negeri Wasia, dan Negeri Sapaloni masuk dalam wilayah Maluku Tengah.
Namun, Gamawan lantas melansir Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 29 tahun 2010, yang menentukan ketiga wilayah Maluku Tengah itu justru masuk ke Seram Bagian Barat. "Pemda (pemerintah daerah) Maluku Tengah sudah menghadap Mendagri, gubernur juga sudah mediasi, tapi tidak ada jalan keluar," kata kuasa hukum pemohon, Muhammad Asrun, seusai sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Rabu (4/8).
Abdullah dan Asis akhirnya memutuskan mengajukan gugatan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara ke Mahkamah. Gugatan SKLN tersebut ialah yang pertama diajukan ke Mahkamah dalam tahun ini. "Permendagri tidak konsisten dengan putusan Mahkamah, (sehingga) pemohon tidak dapat menjalankan kewenangan konstitusional dalam penyelenggaraan pemerintahan," kata Asrun.
Ia mencontohkan, Seram Bagian Barat memasukkan jumlah warga dalam wilayah yang diperebutkan dalam dasar penghitungan permintaan Dana Alokasi Umum kepada pemerintah pusat. Tetapi pelayanan publiknya dilakukan oleh Maluku Tengah. "Akibatnya Maluku Tengah kehilangan anggaran Rp 63,2 miliar pada tahun anggaran 2009," keluhnya.
Penduduk di perbatasan itu juga bisa mendapat dua Kartu Tanda Penduduk dari kedua kabupaten tersebut, sehingga pencatatan kependudukan ikut kacau. Dualisme pemerintahan pun memicu konflik horizontal di daerah itu.
Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva meminta pemohon memperjelas tentang sengketa kewenangan yang didalilkan. Pasalnya, permohonan lebih banyak membahas perihal Permendagri ketimbang kewenangan Kementerian Dalam Negeri, yang merupakan lembaga negara.
Majelis Panel Hakim Konstitusi yang diketuai M Arsyad Sanusi lantas memberi waktu 14 hari bagi pemohon untuk memperbaiki permohonannya.
BUNGA MANGGIASIH