TEMPO Interaktif, Jambi - Sejumlah warga dari enam desa di Kecamatan Senyerang, Kabupaten Tanjungjabung Barat, Jambi, masih mempertahankan lahan sekitar 7.000 hektare di wilayah itu, Rabu (4/8).
Aksi warga itu telah dilakukan sejak Selasa lalu. Akibat aksi itu warga bentrok dengan aparat kepolisian hingga mengalami luka terkena selongsong peluru di wajahnya.Marjoni, Ketua Departemen Hukum dan HAM LSM Lembaga Pemantauan Aset Kinerja Pemerintahan dan Keuangan Jambi, selaku pendamping warga Desa Sanyerang, Parit Pudin, Teluk Nilam, Teluk Ketapang, Sungai Kayu Aro dan Desa Sungai Rambai, mengemukakan kejadian bentrokan dengan aparat terjadi Selasa lalu sekitar pukul 13.00 WIB.
Menurut Marjoni, sedikitnya 200 personil aparat kepolisian dari Resort Kabupaten Tajungjabung Barat mendatangi warga yang sedang mengolah lahan, mengusir secara paksa dan meminta supaya warga tidak mencaplok lahan yang sudah diklaim PT WKS sejak enam tahun lalu dan sempat ditanam Akasia sebagai kawasan Hutan Tanaman Industri. “Warga tentu saja menolak, akibatnya terjadi bentrok. Aparat beberapa kali memberi tembakan peringatan, tanpa diduga selongsongan peluru dari senjata aparat itu sempat mengenai wajah dari dua orang warha, yakni bernama Iman dan Yusup, sehingga mengalami luka gores," katanya, Rabu (4/8).
Saat ini, warga tetap menduduki lahan itu yang diakui sebagai milik mereka sejak zaman nenek moyang mereka dulu. Sebagian dari utusan warga hari ini melakukan pertemuan dengan anggota DPRD Kabupaten Tanjungjabung Barat, untuk meminta jasa para anggota Dewan menengahi kemelut tersebut, dengan harapan masyarakat tidak dirugikan.
Kejadian itu bermula sekitar enam tahun lalu PT WKS mengambil alih lahan tersebut dengan perjanjian setelah panen produksi Akasia akan melakukan bagi hasil, tapi perusahaan itu ingkar.
Warga menjadi kecewa dan berupaya mengambil kembali lahan itu untuk menanam sendiri berbagai jenis komoditi, antara lain seperti karet, kelapa sawit dan pisang,
Melihat kondisi demikian, pihak WKS berupaya mengusir pendudukan warga pada lahan itu dan mendapat perlawanan warga, sehingga terjadilah bentrok.
Ajun Komisaris Besar Almansyah, Juru Bicara Kepolisian Daerah Jambi, ketika dikonfirmasi menyatakan, tidak masuk akal jika selonsong peluru bisa mengenai warga. “Informasi dari aparat Polres Tanjungjabung Barat, ketika melakukan penertiban kemaren pihaknya tidak satu pun yang membawa senjata api, melainkan hanya menggunakan gas air mata. Sudah dipastikan tidak ada yang kena tembak. Jika ada yang merasa kena lontaran gas air mata segera laporkan ke aparat polisi setempat”, katanya.
Hingga kini warga masih menduduki lahan dan menyandera 12 unit alat berat. Kepolisian setempat menerjunkan satu peleton Samapta Polda Jambi, dua peleton Brigadir Mobil dan satu peleton Samapta Polres Tanjungjabung Barat untuk menjaga lokasi. Semua personil tidak menggunakan senjata tajam maupun senjata karet.
SYAIPUL BAKHORI