TEMPO Interaktif, Semarang - Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah meminta Bank Mandiri dan tim pembebasan tanah proyek tol Semarang-Solo tidak cuci tangan dalam kasus hilangnya uang milik 99 warga Jatirunggo senilai Rp 13,5 miliar.
"Mereka harus tetap bertanggung jawab," ujar Alfasadun, Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPRD Jawa Tengah, Ahad (8/8).
Alfasadun memperkirakan warga Jatirunggo tidak akan dirugikan jika proses pencairan dana tersebut tidak hanya mengandalkan data administrasi, tapi juga disertai kehati-hatian dengan melakukan konfirmasi secara sampling atau keseluruhan kepada para nasabah.
Menurutnya, konfirmasi merupakan prosedur standar yang biasa dilakukan oleh bank bila menyangkut dana besar apalagi berkaitan dengan orang banyak. "Sangat tidak wajar, bank melakukan transfer dana dalam jumlah yang cukup besar tanpa melakukan konfirmasi kepada pemiliknya, serta tidak melakukan cek dan ricek.
Alfasadun mencontohkan mestinya Bank Mandiri bertanya: apakah mungkin semua nasabah mencairkan dananya dalam waktu bersamaan? Apakah pihak bank sudah berpikir, buku tabungan yang baru terisi dan belum sempat dicetak saldonya, beberapa saat kemudian dipindahbukukan oleh dua orang atas nama surat kuasa, sebagai suatu transaksi wajar?
"Bila terjadi demikian, untuk apa pihak Bank memberi buku tabungan, bukankah lebih baik mereka dibayar tunai dengan disaksikan oleh para pejabat yang berwenang, daripada ada buku tabungan yang hanya sekedar tempat berlalu saja?" kata Alfasadun.
Alfasadun menilai prosedur pemindahbukuan yang dilakukan oleh Bank Mandiri khusus 99 nasabah warga Jatirunggo belum 100 persen kuat secara hukum. "Kalau hanya dengan surat kuasa maka itu baru setengah benar. Sebab prosedur yang setengah lagi adalah konfirmasi kepada pemilik dana tidak dilakukan," kata politisi PPP ini. Fraksi PPP meminta kepada aparat berwenang untuk memeriksa pejabat bank yang berwenang.
Anggota Komisi A DPRD Jawa Tengah Wahyudin Noor Ali menyatakan para calo tanah juga harus dimintai keterangan dalam persoalan ini. Alasannya, seorang calo berani membeli lahan karena tahu akan digunakan sebagai lahan pengganti. Itu artinya calo itu tahu tentang tata kota dan perencanaannya. "Ini juga harus diusut, dari mana dia mendapat data tersebut,” ujar Wahyudin.
DPRD juga berpendapat bahwa Tim Pembebasan Tanah jalan tol Semarang-Solo juga harus bertanggung jawab. Sebab, mereka tidak melakukan sosialisasi harga sebagaimana mestinya. Alfasadun menengarai adanya pemain informal yang masuk ke lapangan seakan-akan bertindak sebagai petugas resmi.
Seharusnya, tim pembebasan tanah mencegah beroperasinya makelar dalam pembebasan lahan di Jatirunggo. Atas dasar itu, Alfasadun mendesak agar Ketua Tim Pembebasan Tanah Suyoto diganti.
Komisi D DPRD Jawa Tengah akan memanggil semua pihak yang terkait dalam proses pembayaran pengganti lahan hutan di Jatirunggo pada pekan ini. "Kami akan mengklarifikasi persoalan itu agar nanti bisa dicari solusinya," kata Ketua Komisi D DPRD Rukma Setia Budi. Pihak yang dimintai keterangan antara lain Bank Mandiri, Tim Pembebasan Tanah, Dinas Bina Marga, Dinas Kehutanan, Perhutani, kepala desa, serta warga Jatirunggo.
Wakil Presiden Bank Mandiri Regional VII Semarang Arnold bersikukuh proses transaksi nasabah warga Jatirunggo sudah sesuai prosedur. "Datanya valid sehingga kami berani transaksi sesuai permintaan nasabah," kata dia. Jika ada yang mempersoalkan, kata Arnold, Bank Mandiri tetap akan mempertanggungjawabkan. "Kami akan terbuka dan akomodatif," ujarnya.
ROFIUDDIN