TEMPO Interaktif, Jakarta -- Penerapan e-voting bisa dilakukan bertahap sebelum diterapkan dalam pemilihan umum. "Seperti di Kabupaten Jembrana yang dimulai dari pemilihan ketua RT, Kepala Desa, lalu bupati/walikota hingga nanti bisa ke pemilihan presiden," kata Hakim Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva dalam diskusi "E-voting Siapkah Kita?" yang digelar Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) di Jakarta, Rabu (18/8).
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 147/PUU-VII/2009 membolehkan metode e-voting dengan beberapa syarat kumulatif. Putusan MK ini, terkait dengan dikabulkannya permohonan uji materi yang diajukan Bupati Jembrana dan 20 kepala dusunnya.
Seperti diketahui Jembrana merupakan salah satu dari sedikit kabupaten/kota yang berhasil menjalankan otonomi daerah dari sisi peningkatan pelayanan publik melalui program di bidang teknologi informasi/komunikasi. Kabupaten di Bali telah menggunakan e-voting dalam beberapa pemilihan kepala dusun, selain telah mengadopsi penggunaan e-KTP.
Menurut Hamdan, penerapan e-voting memang perlu persiapan yang matang terutama membangun kepercayaan masyarakat bahwa hasil akhir tersebut adalah benar. "Apalagi kita tahu tingkat desa saja buta huruf masih tinggi, mencontreng aja salah," ujarnya.
Selain itu, perlu penanganan teknologi untuk menghindari kesalahan. Tentu juga, tak kalah penting hal ini berkaitan dengan penyelenggara pemilu. "Penguasaan penyelenggara harus disiapkan secara matang. Ini memang tidak bisa diterapkan segera, perlu persiapan matang," katanya.
MUNAWWAROH