TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar bersikukuh kalau pemberian remisi pada Peringatan Hari Kemerdekaan ke sejumlah narapidana sudah sesuai ketentuan yang ada. Ia membantah ada praktek obral remisi. " Remisi diberikan jika ada permintaan dari narapidana tersebut dan sesuai UU Lembaga pemasyarakatan dan juga ada peraturan pemerintah" kata Patrialis di Gedung DPR, Rabu 18 Agustus 2010.
Aturan itu, kata Patrialis, tidak berlaku bagi narapidana yang dihukum mati, namun adanya grasi. Sedangkan bagi yang dihukum seumur hidup peringanan masa hukuman bisa melalui remisi dan grasi. "Kalau melalui remisi perubahannya jadi 20 tahun. Kalau dari grasi tergantung Mahkamah Agung dan Presiden," ujarnya.
Untuk pemberian remisi umum, papar Patrialis, diberikan setelah para narapidana itu menjalankan enam bulan masa hukuman, pengurangannya sebanyak satu bulan. Lalu keringanan itu diberikan lagi setelah menjalani tahun kedua masa tahanan menjadi dua bulan. "Begitu seterusnya sampai maksimal enam bulan. Itu bukan maunya menhukham tapi peraturan."
Patrialis mengungkapkan, adapun remisi tambahan, akan diberikan jika orang tersebut menjadi pendonor darah selama empat kali dalam setahun. Remisi tambahan yang didapatkannya adalah sebesar dua bulan. Sedangkan jika dia menjadi pemuka masyarakat, seperti mengajar, menjadi dokter, juru masak maka akan mendapatkan remisi tambahan lagi satu bulan sepuluh hari.
Lain lagi persyaratan untuk terpidana kasus korupsi, teroris, ilegal logging, ilegal fishing atau transnasional lainnya. Patrialis menjelaskan, para terpidana itu baru akan mendapatkan remisi setelah menjalankan sepertiga masa hukuman. "Jadi semua diatur berdasarkan aturan main. Tidak ada itu namanya obral-obral remisi," kata dia.
MUTIA RESTY