Menurut Donal, upaya tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Proses seleksi hakim pengadilan tipikor sejauh ini masih mengecewakan, sehingga mengabaikan kualitas hakim yang dihasilkan.
Dari proses seleksi di awal tahun lalu, kata Donal, dihasilkan sebanyak 27 hakim ad hoc. "Sementara kuota hakim yang dibutuhkan ada 240 hakim ad hoc," ujarnya. Para calon hakim yang mengikuti proses seleksi terakhir di kawasan Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat yang dipantau ICW pun, kemampuan hukumnya memprihatinkan. "Khususnya kemampuan tentang penanganan korupsi."
Donal mengatakan, pemerintah harus lebih sabar untuk mencari hakim-hakim terbaik di pengadilan tipikor. Jika hakimnya sembarangan, dikuatirkan pengadilan tipikor justru berubah menjadi pengadilan konvensional. "Sehingga tidak menunjukkan tajinya terhadap para koruptor."
Untung saja, lanjut Donal, rekam jejak penanganan kasus korupsi oleh pengadilan tipikor sejak didirikan sampai saat ini masih positif. Pengadilan tipikor belum pernah memvonis bebas atau lepas para koruptor. "Ini perlu dipertahankan, khususnya nanti di daerah-daerah," kata dia.
MAHARDIKA SATRIA HADI