TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Kepala Staf TNI-AD (KASAD) Jenderal (Pur) Tyasno Sudarto meminta pencabutan Surat Telegram KASAD Nomor 1409 tentang penertiban rumah dinas tertanggal 9 Agustus 2010. "Kenapa surat telegram KASAD itu keluar, itu tidak bijaksana," kata Tyasno via telepon, Senin (30/8).
Tyasno menilai dikeluarkannya surat telegram itu dinilai tidak tepat menyelesaikan permasalahan rumah dinas yang kini tengah bergulir. Dia menduga keluarnya telegram itu kaena ada upaya adu domba di tubuh TNI. "Kita jangan terpancing oleh upaya mengadu domba TNI, antar angkatan dan juga dengan purnawirawan," ujarnya.
Manurut duam TNI tidak bisa dipisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). TNI itu tiangnya NKRI. Jika NKRI rusak, maka rusak pula TNI. "Saya ingin surat itu dicabut," tegasnya.
Isi surat telegram KASAD, yakni memerintahkan ke Pangdam-pangdam dan seluruh jajarannya untuk memberi waktu selama 6 bulan bagi para purnawirawan untuk mengosongkan rumah dinas mereka. Jika tidak segera mengosongkan, maka akan dilakukan upaya pengosongan paksa.
Tyasno mengatakan, soal kepemilikan rumah dinas itu sudah ada undang-undang, keputusan presiden, dan peraturan menterinya. "Seharusnya purnawirawan bisa memiliki rumah dinas, sesuai dengan klasifikasi rumah dinasnya," ujarnya.
Untuk mendukung aksi diam yang akan dilakukan oleh Aliansi Penghuni Rumah Negara (APRN) ke Istana Negara sore nanti, Tyasno akan ikut dalam aksi itu. "Insya Allah saya ikut. Sebagai sesepuh, saya yang memberi arahan, agar aksi diam yang akan dilakukan justru tidak kontraproduktif."
Menurut Tyasno, sebenarnya sudah ada kesepakatan tentang penyelesaian masalah ini. Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat telah melakukan pendekatan ke berbagai pihak terkait, yakni TNI, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Keuangan. "DPR sudah memberikan saran untuk musyawarah mufakat di antara semua pihak yang terkait," kata dia.
Berdasarkan kesepakatan itu, ditetapkan suatu moratorium hingga permasalahan ini bisa diselesaikan secara menyeluruh, komprehensif oleh pemerintah pusat. Sebelum ada solusi komprehensif, tidak akan ada upaya pengosongan apalagi yang dilakukan secara paksa. "Surat telegram KASAD merupakan aksi sepihak," ujarnya.
MAHARDIKA SATRIA HADI