TEMPO Interaktif, Balikpapan - DPRD Balikpapan, Kalimantan Timur, menilai seluruh rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) setempat di bawah standar atau tidak layak. Sekolah sekolah internasional di Balikpapan belum memenuhi ketentuan internasional sesuai standar pemerintah.
“Semuanya sekolah internasional di Balikpapan tidak layak sesuai standar digariskan,” kata Ketua DPRD Balikpapan, Andi Burhanuddin Solong, Senin (30/8).
Sesuai ketentuannya, kata Burhanuddin, sekolah internasional harus didukung oleh tenaga pengajar bersertifikat internasional, fisik bangunan serta kurikulum khusus disiapkan pemerintah. Semua ketentuan ini tidak mampu dipenuhi sekolah-sekolah internasional Balikpapan.
“Sudah hampir lima tahun sejak pemberlakuan RSBI, namun belum bisa mereka membuat sekolah internasional yang sesuai standar,” ungkapnya.
Sebaliknya, dengan pemberlakuan sekolah internasional, Burhanuddin menyatakan telah membuka peluang adanya pungutan-pungutan yang memberatkan para wali murid. Pihak sekolah secara sepihak berhak menentukan pungutan dengan dalih untuk peningkatan proses belajar-mengajar.
Sehubungan itu, Burhanuddin meminta Pemerintah Kota Balikpapan meninjau ulang pemberlakuan sekolah internasional. Pelaksanaannya harus diatur dalam Peraturan Daerah Balikpapan disesuaikan dengan Undang-Undang Pendidikan.
Balikpapan menetapkan delapan sekolahnya sebagai percontohan rintisan sekolah standar internasional. Sekolah ini nantinya yang akan diproyeksikan sebagai sekolah standar di Balikpapan. Delapan sekolah tersebut adalah SD 001, SMP I, SMP III, SMA I, SMA V, SMK I, SMK II dan SMK IV. Sekolah-sekolah ini sudah menyediakan kelas yang khusus peruntukannya bagi sekolah standar intenasioanal.
Ke depannya sekolah-sekolah ini hanya menerima siswa yang khusus menempuh jenjang standar internasional. Penetapannya bertahap sesuai persiapan sarana prasarana dan sumber daya manusia tenaga pengajarnya.
Sekolah diperkenankan melakukan pungutan pada para siswanya sesuai alokasi bantuan pemerintah pusat serta pungutan orang tua murid. Masing-masing sekolah sudah memperoleh bantuan Rp 300 juta dari pemerintah daerah.
Adapun DPRD Balikpapan meminta daerah menghentikan pelaksanaan rintisan sekolah berstandar internasional di delapan sekolah setempat. Ada kehawatiran pelaksanaan ketentuan RSBI tersebut melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang sekolah berstandar internasional. “Distop dulu karena dikhawatirkan melanggar aturan,” kata Wakil Ketua DPRD Balikpapan, Sukri Wahid.
Maksud penghentian RSBI Balikpapan, kata Sukri, adalah sehubungan pungutan pada wali murid dalam menunjang proses belajar-mengajar siswa. Sesuai PP 37, menurutnya pihak sekolah tidak diperkenankan memungut biaya tambahan dalam proses belajar-mengajar siswa. “Sudah tidak boleh pungut biaya lagi dari siswa,” tuturnya.
Ada beberapa opsi ditawarkan DPRD Balikpapan, kata Sukri, di antaranya membangun gedung baru berstandar internasional ataupun mengubah status sekolah yang ada saat ini. Pengelolaanya nantinya diserahkan sepenuhnya pada Provinsi Kalimantan Timur.
RSBI di Balikpapan sudah diberlakukan sejak empat tahun terakhir dengan delapan sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas sudah jadi percobaan. Sekolah negeri setempat menentukan sejumlah kelasnya yang ditunjuk untuk memperoleh sertifikasi internasional serta standar pendidikan internasional.
Dalam pelaksanaannya, banyak pihak mempertanyakan kualitas belajar-mengajar siswa yang tidak berbeda dengan kelas-kelas regular lainnya.
SG WIBISONO