Menurut Saurijanto, Ketua Kelompok Kerja Penyelesaian Sengketa Tanah Pemerintah Kabupaten Malang, banyak sekolah yang dibangun dalam program SD Inpres 1970-an yang kini bermasalah. Banyak kepala desa waktu tak begitu memperdulikan keabsahan tanah yang ditempati sekolah.
“Pihak pengelola sekolah pun tak kunjung mengurusnya. Sekarang dampaknya baru makin terasa. Banyak ahli waris yang meminta tanahnya dikembalikan,” kata Saurijanto, Selasa (31/8).
Kata dia, saat ini muncul enam kasus sengketa kepemilikan tanah sekolah, yakni SDN Tlogorejo di Kecamatan Pagak; SDN Kedungsalam di Kecamatan Donomulyo; SDN Bantur 2 dan SDN Rejosoyoso di Kecamatan Bantur, SDN Tirtomoyo 2 di Kecamatan Ampelgading, serta SDN Banjararum 1 di Kecamatan Singosari. Tanah sekolah-sekolah ini terancam disita oleh waris pemberi hibah tanah.
Sebagai contoh, tanah SDN Banjarum 1 tercatat di pembukuan desa sejak 1957 atas nama warga setempat. SDN Tirtomoyo 2 dibangun pada 1974 di atas tanah hibah. Namun, proses hibahnya tidak didokumentasikan dan hingga sekarang tanahnya belum disertifkasi, ahli waris pemberi hibah menuntut tanahnya dikembalikan.
Tanah SDN Tlogorejo disengketakan karena letter C di kantor desa tetap mencantumkan pemilik lama. Alhasil, sekarang ahli warisnya pun menuntut tanah yang dulunya menjadi kas desa itu dikembalikan. “Pendokumentasian atas tanah-tanah itu memang lemah, tapi semuanya masih bisa dimusyawarahkan,” kata Saurijanto.
Kepala Bagian Hukum Nurcahyo menambahkan, meski enam sengketa tanah muncul, tapi belum ada tuntutan hukum tertulis yang diterima. Sejauh ini, tuntutan para ahli waris masih sebatas lisan. “Kami hanya menerima satu somasi dari pihak yang mengaku ahli waris SDN Banjarum 1 di Singosari, tapi itu pun sudah selesai,” kata Nurcahyo.
Sedangkan Suwandi, Kepala Dinas Pendidikan, menegaskan tanah-tanah sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah menengah kejuruan, tidak bermasalah karena semuanya sudah bersertifikat.
Kasus-kasus lain diselesaikan, antara lain, dengan mengajak ahli waris berunding secara kekeluargaan agar mereka mau membatalkan tuntutannya dan bila perlu ahli waris diberi kompensasi tertentu. “Dokumen hibah tanah ditelusuri. Jika mereka tetap menuntut, kemungkinan besar solusinya adalah membeli tanah itu,” kata Suwandi.
Abdi Purmono