Kepala Kejaksaan Banyuwangi Heri Jerman mengatakan, sejak Senin lalu (31/8), telah menerjunkan tiga orang jaksa untuk mengumpulkan data. "Kami targetkan pengumpulan data selesai dalam tujuh hari,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (2/9).
Praktek pungutan liar tersebut dilaporkan Sekretariat Bersama Lembaga Swadaya Masyarakat Banyuwangi pada Senin lalu. Menurut Kordinator Sekretariat Bersama Suyoto, pungli tersebut sebelumnya diungkap dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2010.
Jumlah pungutan, kata dia, sebesar Rp 5.000 untuk biaya laminating dan map. "Padahal dalam Peraturan Daerah disebutkan pembuatan KTP dan akta kelahiran gratis," paparnya.
Dana dari hasil pungli selama tahun 2009 terkumpul sebanyak Rp 230 juta, sedangkan selama beberapa bulan dalam tahun 2010 Rp sudah terkumul 64 juta. Selain pungli, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil juga menerima uang dari jasa calo Rp 8,86 juta.
Dalam dokumen hasil audit BPK yang diterima Tempo, tampak uang pungli dipakai untuk biaya operasional pegawai, honorarium kepala dinas hingga staf, dan biaya perjalanan dinas. Bahkan uang pungli tersebut juga dipakai untuk sumbangan kepada wartawan
Hingga hasil audit BPK terbit pada Juni 2010, sisa uang pungli yang belum disetorkan ke kas daerah mencapai Rp 49 juta. Dana tersebut ternyata disimpan di rekening pribadi milik bendahara dinas.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Firman Sanyoto mengatakan, seluruh dana telah dikembalikan ke kas daerah. "Terakhir dikembalikan pada 25 Agustus lalu," tuturnya.
Dana pungli itu, kata dia, bukan dikelola oleh Dinas melainkan oleh koperasi. Dinas Kependudukan, katanya, sudah menindaklanjuti seluruh rekomendasi BPK termasuk meniadakan pungli. IKA NINGTYAS.